Beranda ENERGI Energi Terbarukan Kembangkan Produk BBN, Pertamina Gandeng 11 Produsen Fame

Kembangkan Produk BBN, Pertamina Gandeng 11 Produsen Fame

Perwakilan produsen Fame ketika meneken kontrak kerjasama dengan Pertamina (Persero)

Pertamina berkomitmen untuk melanjutkan program diversifikasi energi dengan memanfaatkan fatty acid methyl ester (Fame) sebagai bahan bakar nabati (BBN) biosolar. BUMN energi itu akan menggunakan pasokan Fame dari 11 badan usaha dalam negeri. Langkah itu sekaligus menekan impor produk solar secara signifikan.

 

HINGGA April 2016 11 produsen Fame akan menjadi pemasok utama kebutuhan Fame ke Pertamina. Totalnya mencapai 1,84 juta kiloliter (KL) yang akan dibagi ke dalam 63 lokasi terminal di 31 kota. Saat meresmikan kontrak kerjasama pada Jumat (20/11), Direktur Pemasaran PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang mengatakan jumlah pasokan Fame sudah disesuaikan dengan kapasitas produksi dan volume yang ditetapkan pemerintah melalui mandatori bahan bakar nabati (BBN).

 

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun ini menetapkan mandatori campuran Fame dengan bahan bakar diesel sebesar 15% untuk penjualan biodiesel di SPBU. Rencananya pada tahun 2016, jumlah itu akan kembali dinaikkan menjadi 20%. Jika keputusan itu diberlakukan, Pertamina, kata Bambang, siap meningkatkan permintaan pasokan Fame.

 

“Untuk saat ini yang terpenting volumenya tercapai dulu. Sampai April nanti baru 15%, kalau pemerintah suruh naik ya kami akan naikkan,” ujar Bambang di Kantor Pusat Pertamina, Jumat (20/11).

 

Seandainya pada tahun depan pemerintah menaikkan penerapan mandatori BBN menjadi 20% (B-20), proyeksi kebutuhan Fame yang bisa diserap Pertamina bertambah jadi 5,14 juta KL atau setara dengan 26 juta KL biosolar. Menurut Bambang volume tersebut terdiri dari 2,7 juta KL kebutuhan PSO, 1,26 juta KL kebutuhan PLN, dan 1,12 juta KL kebutuhan Non PSO.

 

Di sisi lain volume serapan Fame ke Pertamina masih tidak begitu besar. Hingga Oktober 2015 tercatat volume Fame yang diserap baru mencapai 300 ribu KL. Pertamina menargetkan pada akhir tahun jumlahnya meningkat hingga 966.786 KL atau setara dengan 5,98 juta KL biosolar. Menurut Bambang, jika mandatori BBN pada tahun depan dinaikkan jadi 20% untuk SPBU, 30% untuk PLN, dan 20% untuk industri maka Pertamina tidak akan mengimpor solar lagi. Justru sebaliknya akan terjadi kelebihan solar sebanyak 400 ribu barel per bulan.

 

“Kami sudah upgrade kapasitas produksi solar di dalam negeri. Di waktu yang sama tingkat konsumsi juga turun lalu ada kenaikan proporsi Fame. Jadi akan kelebihan pasokan,” ungkap Bambang.

 

Ia mengusulkan kepada pemerintah untuk mengkaji kembali kebijakan mandatori. Jika tetap dinaikkan, Bambang berharap ada aturan hukum yang mewajibkan setiap badan usaha seperti Pertamina untuk tidak lagi melakukan impor solar. Sebagai gantinya mereka dapat membeli solar yang diproduksi Pertamina. “Pilihannya memang diekspor atau dibeli badan usaha lain di dalam negeri. Tapi sebaiknya jika di dalam negeri masih cukup, kami usulkan tidak ada lagi izin impor,” ujar Bambang.

 

Sejak pemerintah menetapkan kebijakan diversifikasi energi, Fame menjadi sumber energi terbarukan yang paling dicari untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar konvensional. Namun sampai saat ini hanya Pertamina yang menyerap hasil produksi Fame sehingga dirasa kurang maksimal penerapannya. Menurut Bambang seharusnya badan usaha selain Pertamina juga diberikan kewajiban menyerap Fame untuk campuran produk solar mereka.

 

“Kalau Pertamina menyalurkan bahan bakar subsidi pakai Fame tentunya badan usaha lain juga harus begitu. Makanya kami minta pengusaha Fame juga aktif mendekati badan usaha lain. Sementara itu kami akan dorong BPH Migas dan Ditjen EBTKE untuk mewajibkan badan usaha lain agar menggunakan Fame. Jadi bisnisnya adil,” ungkapnya.

 

Badan usaha yang nantinya diwajibkan menyerap Fame tidak perlu mengkhawatirkan persoalan harga sebab mereka tetap bisa membeli Fame sesuai dengan harga patokan Mean of Platts Singapore (MOPS) solar. Jika harga solar MOPS turun, maka harga Fame juga berangsur turun, begitu juga sebaliknya. Aturan ini berlaku bagi pembelian Fame untuk campuran solar dan untuk kebutuhan PLN.

 

Sementara itu bagi produsen Fame, tarif yang disesuaikan dengan harga MOPS solar sudah tidak jadi kendala berarti. Sejak Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) didirikan, produsen Fame mendapat dukungan dalam melanjutkan operasi bisnisnya dengan suntikan dana subsidi yang disalurkan BPDP dari hasil dana pungutan.

 

Subsidi tersebut digunakan untuk membayar selisih harga MOPS solar dengan harga pasar Fame.  Data BPDP menunjukkan, jumlah subsidi fame yang dibayarkan sebesar Rp 27,9 milliar untuk 12.532 KL Fame. Pembayaran subsidi ini akan terus meningkat karena masih ada 120 ribu KL lagi yang masih dalam proses verifikasi. Diperkirakan dana subsidi yang dikucurkan tahun ini mencapai Rp 250 miliar.

 

Direktur Wilmar Grup, salah satu produsen yang memasok Fame ke Pertamina, Hendri Saksti membenarkan hal itu. Perusahaan saat ini sudah sepakat dengan ketentuan harga yang ditetapkan pemerintah dan sangat terbantu dengan bantuan subsidi dari BPDP. Wilmar sendiri melalui dua anak usahanya, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Wilmar Nabati Indonesia menjadi pemasok terbesar Fame ke Pertamina dengan total kapasitas mencapai 920,411 di 29 lokasi.

 

Meskipun begitu, Hendri menegaskan jumlah itu tidak akan berubah meskipun pemerintah menaikkan prosentase Fame menjadi 20% (B-20) pada tahun depan. Dengan kapasitas produksi saat ini, kata Hendri sudah cukup memenuhi permintaan Fame dari Pertamina. “Masih cukup dengan kapasitas yang sekarang. Tahun depan kami harap bisa produksi dengan full capasity. Itu semua kan tergantung juga Pertamina, Pertamina juga tergantung pemakaian.”

 

11 Perusahaan yang memasok Fame kepada Pertamina

 

No Nama Perusahaan Volume

(KL)

Lokasi
1 PT Musim Mas Batam 338,982 14
PT Musim Mas Medan
2 PT Wilmar Bioenergi Indonesia 920,411 29
3 PT Wilmar Nabati Indonesia
4 PT Pelita Agung Agri Industri 90,552 2
5 PT Darmex Biodiesel 130,744 4
6 PT Cermelang Energi Perkasa 148,016 4
7 PT Ciliandra Perkasa 73,078 2
8 PT Energi Bahari Lestari 20,078 1
9 PT Anugerah Inti Gemanusa 49,361 3
10 PT Prmansa Palma Energy 44,189 2
11 PT Bioenergi Pratama Jaya 33,375 2
Total 1,848,786 63