Jakarta-TAMBANG. Kementerian ESDM sudah membentuk tim reformasi tata kelola Migas untuk mempersempit ruang gerak mafia Migas. Tak hanya Migas, Kementerian ESDM juga harus membentuk tim yang solid untuk membenahi sektor pertambangan batu bara dan mineral di Tanah Air. Inspektur tambang bisa jadi ujung tombak upaya itu.
Pemerintah mensinyalir para mafia tambang tersebut melibatkan pihak asing, terutama dalam pengelolaan sejumlah pertambangan ilegal yang banyak beroperasi di berbagai daerah. Selain itu, masalah pembayaran pajak juga ditengarai banyak merugikan negara. Perizinan yang tumpang tindih, penggunaan lahan yang tidak sesuai peruntukan, persoalan tunggakan iuran tetap dan royalti yang terus menumpuk, hingga maraknya pertambangan ilegal pun menambah daftar PR pemerintah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), Ladjiman Damanik mengatakan, fungsi inspektur tambang selama ini tidak berjalan semestinya. Jumlahnya masih terbatas bila harus mengawal jumlah IUP yang mencapai ribuan di seluruh Indonesia. Selain itu banyak dari inspektur tambang yang sudah mengalami pelatihan justru dipindahtugaskan oleh Pemda tempat ia bekerja.
“Jadi mereka yang sudah dilatih itu seenaknya dipindah-pindah oleh Pemda setempat. Padahal kan mereka kompetensinya disitu. Saya minta ini diperhatikan pemerintah dan diatur kembali,” tegas Ladjiman di Jakarta, Kamis (4/12).
Kementerian ESDM sendiri sudah menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengejar pelaku tambang bermasalah yang berada di daerah. Hasilnya tidaklah mengecewakan pemerintah, tunggakan iuran tetap dan royalti yang semula mencapai Rp433,2 miliar, berhasil ditagih hingga sebesar Rp86,1 miliar. Kerja sama Kementerian ESDM dan KPK rupanya cukup ampuh menagih utang.
“Saya senang KPK masuk karena ini akan terlihat siapa pedagang, dan siapa penambang. Kalau pedagang cara berpikirnya kan menjual tanah air tapi kalau penambang meningkatkan nilai tambah,” ungkapnya.
Sebagai informasi pemerintah mematok 1.000 inspektur tambang yang akan disebar pada 33 provinsi, 97 kota, dan 471 kabupaten, namun yang terealisasi tidak sampai 10%. Sementara perusahaan tambang yang terdaftar jumlahnya puluhan ribu lebih, belum terhitung perusahaan tambang ilegal yang jumlahnya juga cukup banyak.
Jadi, memang dibutuhkan kerja keras untuk memberantas semua pelanggaran yang terdapat pada sektor pertambangan, tidak hanya sebatas slogan basmi mafia pertambanga.