Jakarta, TAMBANG – Kasus dugaan suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1 yang dikembangkan BlackGold Natural Resources Limited bersama konsorsium, kembali menyeret pejabat publik. Kali ini, Idrus Marham yang akhirnya mengundurkan diri dari jabatan Menteri Sosial (Mensos), Jumat (24/8).
Idrus mengundurkan diri, karena santer kabarnya ia sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus suap PLTU Riau-1 menemani kolega partainya di Komisi VII DPR RI Eny Saragih, yang sudah lebih dulu ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Idrus menyerahkan jabatannya langsung kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat siang (24/8), dan tidak lama Partai Golkar langsung menyodorkan nama Agus Gumiwang Kartasasmita (AGK) sebagai pengganti Idrus Marham.
“Saya sudah sampaikan ke Bapak Presiden pengunduran diri,” kata Idrus Marham, usai bertemu Presiden Jokowi, Jumat (24/8).
Nama Idrus mulai terseret kasus rasuah ini, setelah KPK menangkap Eny Saragih di rumah Idrus. Sebelumnya, Eni yang merupakan politikus partai Golkar dicokok melalui operasi tangkap tangan (OTT) di rumah Menteri Sosial, Idrus Marham. Sebelumnya Eni sudah dibuntuti menerima uang sebesar Rp500 juta. Uang tersebut diduga merupakan pemberian dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo.
Uang tersebut diduga diberikan untuk mempermulus proses penandatanganan kerjasama pembangunan PLTU Riau 1, dan ditengarai adalah bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari total nilai proyek. Total uang yang diduga diterima Eni sebesar Rp4,8 miliar. Johannes Kotjo kemudian turut ditetapkan tersangka oleh KPK.
Seperti diketahui, PLTU Riau 1 adalah proyek pembangkit listrik berkapasitas 2 x 300 MW, yang pengadaan proyeknya melalui penunjukkan langsung kepada anak perusahaan PLN, yaitu PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB).
Kemudian dibentuk konsorsium proyek dari Blackgold Natural Resources melalui anak usahanya, PT Samantaka Batubara, PT PLN Batubara, PJB, dan China Huadian Engineering (CHEC).
Nilai investasi PLTU Riau 1, menurut Direktur Utama PLN, Sofyan Basir mengatakan, sebesar USD900 Juta. PLN memiliki saham sebesar 51 persen dari proyek tersebut. Sofyan Basir sendiri sudah diperiksa oleh KPK untuk diminta keterangannya sebagai saksi dalam kasus ini.