JAKARTA, TAMBANG. KELOMPOK militan Abu Sayyaf melepas kapal tongkang Malaysia yang ditahan dua pekan lalu. Tetapi empat awak kapalnya masih tetap disandera. Kapal itu, MV Massive 6, meninggalkan Tawau di Sabah untuk berlayar menuju Samarinda, Kalimantan Timur. ‘’Sampai sekarang belum diketahui di mana posisi empat awak dari Malaysia itu,’’ demikian bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Indonesia, kemarin.
Empat awak kapal itu ditahan oleh delapan orang bersenjata di dekat Ligitan, sebuah pulau kecil di sebelah timur pantai Sabah. Perairan itu sudah masuk wilayah Filipina. Empat awak yang disandera itu semua berasal dari Sarawak, yaitu Wong Teck Kang (31 tahun), Wong Hung Sing (34 tahun), Wong Teck Chii (29 tahun), dan Johnny Lau Jung Hien (21 tahun). Mereka merupakan bagian dari sembilan awak kapal yang membawa 7.500 ton batu bara. Sebanyak lima orang, warga negara Myanmar dan Indonesia, telah dibebaskan. Empat lainnya masih ditahan.
Pemerintah Malaysia memperingatkan warganya agar berhati-hati melewati perairan di sebelah timur Sabah dan di selatan Filipina itu. Saat ini, sebanyak 18 warga asing disandera oleh kelompok militan Filipina.
Sementara itu, sepuluh pelaut Indonesia yang disandera, hingga kini belum dibebaskan. Sepuluh pelaut itu membawa batu bara 7.000 ton dengan kapal tongkang Brahma II. Pemerintah, dengan koordinasi Wakil Presiden Jusuf Kalla, membentuk satuan tugas untuk mengurusi pembebasan sandera itu. Yang pasti, pemerintah tidak akan memenuhi tuntutan para penyandera.
Situasi perairan Filipina Selatan itu mengundang keprihatinan Asean. Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato’ Seri Zahrain Mohamed Hashim mangatakan, soal sandera akan menjadi salah satu tema yang dibicarakan dalam pertemuan puncak Asean di Laos, Mei mendatang. Ia menekankan pentingnya kerjasama di antara sesama anggota Asean untuk mengatasi masalah kerawanan di perairan itu.
Malaysia berulang kali menghadapi masalah dengan Abu Sayyaf, sejak 1990-an. Beberapa kali warga Malaysia diculik dan dibunuh. Termasuk di antaranya adalah pemenggalan kepala seorang pengusaha Malaysia, Bernard Then, pada November 2015.
Abu Sayyaf merupakan kelompok yang dibentuk oleh para pemberontak Moro, pada 1991, dengan dana dari Al Qaeda. Abu Sayyaf baru mendapatkan perhatian besar pada Mei 2000, setelah menyerbu resor selam di Sipadan, Malaysia, dan menyandera 21 turis.
Malaysia, kata Hashim, tak akan memenuhi tuntutan uang yang diminta Abu Sayyaf. ‘’Kami tentu menolak permintaan para penyandera. Kami akan menggunakan cara lain yang dimungkinkan, untuk menyelamatkan warga kami,’’ katanya.