Jakarta-TAMBANG. Keputusan negara-negara penghasil minyak terbesar di dunia yang tergabung dalam OPEC untuk tidak memangkas produksi minyaknya, ternyata ikut menyeret sejumlah harga komoditas tambang turun drastis. Pasalnya, OPEC tak memangkas produksi minyak justru di saat harganya merosot hampir 60% dalam enam bulan terakhir.
Seperti ditulis dari laman International Business Times, Senin (19/1), harga tembaga anjlok parah ke level terendahnya sejak 2009 dan dijual seharga US$ 2,496 per pound di New York Merchantile Exchange.
Sementara patokan harga bijih besi, bahan utama pembuat baja sempat menyentuh harga terendahnya dalam lima tahun terakhir di harga US$ 68,5 per ton pekan lalu.
Untuk harga batu bara global memang pernah menyentuh level US$ 130 per ton pada 2008. Namun sejak saat itu, harganya terus merosot, menyentuh US$ 80 per ton pada Desember 2013 dan US$ 50 per ton pada Desember 2014.
Dilansir dari Bloomberg, produsen bijih besi diprediksi harus mengeluarkan biaya lebih tinggi saat menambah pasokan yang dijual dengan harga murah. Padahal sejak Maret tahun lalu, pasar komoditas terus mengalami penurunan.
Tahun lalu, harga bijih besi turun 47% dan diprediksi akan tetap rendah hingga 2016 di tengah tambahan pasokan dari Australia dan Brasil. UBS AG memprediksi bijih besi global mengalami surplus hingga 200 juta ton pada 2018.
Para eksportir batu bara juga tetap harus meningkatkan pasokannya saat harga murah. Data World Coal Association menunjukkan, pasokan global tercatat meningkat sekitar 3% antara 2011 dan 2013 saat harga-harga turun.
Sementara itu Australia yang menjadi eksportir batu bara terbesar memprediksi produksinya akan naik lagi dalam periode enam bulan pertama. “Harga minyak akan memiliki banyak kesamaan dengan batu bara. Harga-harga komoditas tersebut telah mengalami penurunan dalam lebih dari tiga tahun dari sekarang,” ujar analis di Morgan Stanley, Joel Crane.