Jakarta, TAMBANG – Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Melky Nahar berpendapat, penataan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dilakukan oleh Kementerian ESDM patut dinilai tidak kredibel atau tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
Hal ini terlihat dari adanya IUP berstatus tidak Clean and Clear (Non CnC) yang melaporkan keberatan kepada Ombudsman.
“Terlepas klaim perusahaan bahwa dirinya tidak bermasalah, yang jelas ini mengindikasikan proses CnC yang dilakukan pemerintah memang bermasalah. Nampak tidak berbasis pada kondisi ril di lapangan,” kata Melky kepada tambang.co.id, Rabu (21/2).
Adanya pengaduan ke Ombudsman menandakan, buruknya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam urusan pertambangan. Seharusnya, hasil yang diumumkan ke publik sudah melalui verifikasi di lapangan, termasuk ke pemerintah daerah.
“Dengan pengaduan seperti itu, pemerintah jadi verifikasi ke lapangan lagi, (memastikan IUP Non CnC tidak bermasalah),” tandas Melky.
Hal berbeda disampaikan oleh Pakar Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanegara (Untar), Ahmad Redi menuturkan, banyaknya IUP Non CnC yang bermunculan merupakan resiko dari upaya penataan, termasuk juga kemunculan aksi protes dari IUP Non CnC itu.
“Upaya penataan memang resikonya seperti itu, banyak yang dibekukan dan banyak juga yang mengadu ke Ombudsman. Tapi upaya penataan patut diapresiasi. Toh yang merasa keberatan sudah disediakan jalur hukumnya,” kata Redi, Selasa (20/2).
Selain Ombudsman, para pengusaha yang merasa dirugikan atas penetapan IUP Non CnC, dipersilahkan juga menempuh jalur hukum ke pengadilan. Apabila pengadilan atau Ombudsman menyatakan IUP Non CnC itu tidak bermasalah, maka perusahaan boleh beroperasi kembali.