Bali-TAMBANG. Dalam waktu dekat harga batu bara bakal mengalami tekanan. Salah satu penyebabnya tidak lain pasar yang mulai kelebihan pasokan. Di sisi lain permintaan Cina sebagai konsumen terbesar mengalami pelemahan. Hal ini disampaikan Rodrigo Echeverri Kepala Analisis Energi Batu bara di Noble Group.
Rodrigo yang menjadi salah satu pembicara dalam Coaltrans Asia ke 23 di Bali ini memperkirakan pasar batu bara thermal global bakal kelebihan pasokan hingga 16 juta metrik ton. Kenaikan stok batu bara di pasar ini tidak lain karena perusahaan tambang meningkatkan produksi seiring dengan kenaikan harga batu bara pada akhir tahun 2016 silam.
Perusahaan tambang di beberapa negara produsen batu bara seperti Indonesia, Rusia dan Kolombia meningkatkan produksi. Sementara produksi batu bara dari Australia dan Afrika Selatan diperkirakan bakal stabil. Dengan kondisi yang demikian diperkirakan dalam jangka pendek harga si emas hitam ini bakal melemah.
“Bakal ada tekanan pada harga untuk jangka pendek” kara Rodrigo.
Faktor lain yang juga menentukan pergerakan harga batu bara adalah kondisi Cina. Menurut Rodrgio harga batu bara dalam negeri Cina ada di kisaran US$79,7 per metrik ton. Dan harga ini berpengaruh [ada harga batu bara Indonesia dan Australia.
Untuk diketahui dama empat bulan pertama tahun ini Cina telah mengimpor 89 juta metrik ton batu bara. Dengan demikian dibanding tahun lalu ada kenaikan harga hingga 30%. Meski ada trend kenaikan namun dalam beberapa tahun ke depan bakal kembali melambat.
Permintaan Cina yang naik ini ditopang oleh beroperasinya pembangkit listrik yang kuat dalam empat bulan pertama tahun ini. Pertumbuhan pembangkit tersebut telah meningkatkan konsumsi batu bara termal hingga 9%. Sementara pembangkit listrik tenaga air yang merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang digalakan Pemerintah Cina turun 11% dan bahkan ke depan akan terus turun seiring mulai memasuki musim panas.
Di sisi lain produksi batu bara Cina mengalami peningkatan bahkan diperkirakan mendekati angka produksi tahun 2015. “Ini yang membuat stok batu bara di Cina mulai menumpuk sehingga untuk jangka pendek pasar bakal kelebihan pasokan,” terang Rodrigo.
Hal ini terlihat dari ketersediaan batu bara di pembangkit listrik meningkat dari sebelumnya 14 hari menjadi 19 hari.
Di sisi lain India sebagai konsumen batu bara terbesar dunia yang kedua mulai menerapkan kebijakan mengoptimalkan potensi batu bara domestiknya. Sehingga impor dari negara ini diperkirakan turun 15 % di tahun 017. Namun Rodrigo mengaku India masih tetap mengimpor batu bara meski jumlahnya menurun.
“Saya tidak yakin India bakal mengimpor batu bara. Dalam satu sampai dua tahun pasar batu bara di India bakal mengalami kontraksi. Namun setelahnya impor bakal meningkat,” demikian Rodrigo dalam presentasinya.
Sebagaimana diketahui Coaltrans Asia merupakan even tahunan bagi pemangku kepentingan di sektor pertambangan batu bara. Tahun ini merupakan penyelenggaraan ke-23. Beberapa perusahaan tambang batu bara turut berpartisipasi, salah satunya PT Reswara Minergi Hartama. Perusahaan ini memiliki konsesi tambang yang sudah produksi di Aceh dan di Kalimantan Selatan.