Jakarta, TAMBANG – Izin ekspor konsentrat tembaga yang akan dilarang pada Juni mendatang tidak jadi dilakukan dan akan diperpanjang hingga Mei 2024. PT Freeport Indonesia (PTFI) sebagai produsen tembaga terbesar turut mengapresiasi kebijakan relaksasi tersebut.
Hal ini disampaikan VP Corporate Communication Freeport Indonesia, Katri Krisnati. Menurutnya, meskipun secara resmi keputusan itu belum sampai kepada perusahaan, tapi hal ini menjadi angin segar bagi PTFI dalam memastikan keberlanjutan operasional tambang dan keberlangusungan ekonomi khususnya untuk masyarakat sekitar.
“Kami belum menerima konfirmasi resmi dari Pemerintah perihal izin ekspor konsentrat tembaga. Jika keputusan tersebut diberikan, kami sangat mengapresiasi dukungan Pemerintah untuk memastikan kontinuitas operasional tambang yang secara teknis sangat dibutuhkan dan keberlanjutan investasi yang akan berdampak signifikan bagi ekonomi Indonesia khususnya masyarakat Papua” ujarnya kepada tambang.co.id, Sabtu (29/4).
Diketahui, perpanjangan izin ekspor tersebut diteken atas pertimbangan kemajuan proyek smelter tembaga PTFI yang sangat signifikan. Kata Katri, saat ini progres pabrik peleburan dan pemurnian yang terletak di Java Integrated Industrial Port Estate (JIIPE), Manyar, Gresik, Jawa Timur ini sudah mencapai 61,5 persen.
“Progres konstruksi smelter hingga akhir Maret 2023 telah mencapai 61,5%. Konstruksi akan selesai di akhir Desember 2023, dan produksi akan mulai beroperasi di Mei 2024,” Ujar Katri.
Sebagai informasi, bocoran perpanjangan izin ekspor konsentrat tembaga ini diungkapkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif usai rapat bersama Presiden Jokowi di Istana Negara, Jumat (28/4). Kata dia, pemberian perpanjangan izin ini harus disertai dengan komitmen PTFI untuk menyelesaikan proyek smelter sesuai target.
“Selesaikan dulu (smelter) baru ekspor. Itu lewat Permen (Peraturan Menteri),” beber Arifin saat ditemui di Gedung ESDM.
Karena itu, dia akan berkunjung ke JIIEP minggu depan untuk memastikan kemajuan smelter tersebut. Arifin juga menyebut jika ekspor ini dihentikan, sementara pembangunan smelter masih berlangsung, maka yang rugi menurutnya pemerintah juga. Mengingat saham terbesar PTFI dimiliki BUMN sebesar 51 persen.
“Kita lihat kalua distop juga yang kena di situ Freeport. Kita (sahamnya) 51 persen, baru asingnya 49 persen,” ungkap Arifin.