JAKARTA, TAMBANG. MARWAN Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), meminta agar pemerintahan Jokowi-JK segera menertibkan dan memberi peringatan kepada Kepala SKK Migas yang telah menekan pemerintah untuk segera mengambil keputusan tentang Plan of Development (POD) Blok Masela, melalui penerbitan press release Kepala SKK Migas tertanggal 16 Maret 2016. Padahal kepastian pembangunan blok migas tersebut saat ini masih dalam tahap evaluasi dan kajian yang intensif guna memilih apakah pembangunan kilang LNG akan di lakukan di darat (skema on shore) atau di laut (off shore, FLNG).
Dalam siaran pers yang diterima Majalah TAMBANG kemarin Marwan menyatakan, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkap tentang potensi terjadinya pengurangan personil dan pemberhentian karyawan oleh Inpex, reposisi karyawan oleh Shell, serta tertundanya investasi selama dua tahun, jika POD Blok Masela tidak segera disetujui Presiden Jokowi. Dengan latar belakang informasi tersebut, SKK Migas dinilai IRESS telah bertindak lebih menyuarakan kepentingan kontrator Blok Masela, Inpex dan Shell, dibanding kepentingan negara dan rakyat yang seharusnya dilindungi dan diperjuangkan oleh SKK Migas.
Melalui penerbitan press release tersebut, SKK Migas meminta Presiden Jokowi segera menyetujui revisi POD skema offshore/FLNG yang direkomendasikan oleh SKK Migas beserta Inpex/Shell senilai US$ 14 miliar. Padahal SSK Migas sangat paham keputusan pembangunan skema offshore atau onshore Blok Masela masih belum diputuskan Presiden Jokowi.
Apalagi, dengan adanya perbedaan pendapat yang tajam tentang skema antara KESDM dengan KK Maritim, maka proses pengambilan keputusan mestinya dilakukan tertutup oleh Presiden dan anggota kabinetnya, tanpa boleh diintervensi oleh pejabat/lembaga negara lain di luar anggota kabinet tersebut.
”Tertangkap kesan bahwa SKK Migas telah bertindak di luar kelaziman, memaksakan kehendak, dan melanggar tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang mewakili pemerintah dalam pelaksanaan aspek-aspek kontraktual dan pengawasan kontrak-kontrak migas,” kata Marwan.
Padahal di sisi lain, Pemerintah RI memiliki prosedur pengambilan keputusan yang harus diikuti dan dipatuhi melalui proses yang prudent dan akuntabel, serta diatur dalam UU/peraturan, sehingga prosedur tersebut menghasilkan keputusan yang sesuai dengan kepentingan negara dan rakyat.
IRESS meminta pemerintah untuk bekerja independen serta tetap menjaga harkat dan martabat bangsa Indonesia dalam pengembilan keputusan pengembangan Blok Masela. Amanat konstitusi dan kepentingan strategis negara dan rakyat harus menjadi rujukan utama dalam pengambilan keputusan. Marwan meminta Presiden Jokowi membebaskan proses pengambilan keputusan dari berbagai intervensi dan tekanan yang datang dari berbagai pihak di luar pemerintahan.
”Presiden Jokowi tidak boleh terpengaruh terhadap sikap Kepala SKK Migas tersebut di atas,” kata Marwan. Pemerintah pun tidak perlu khawatir atau takut jika Inpex dan Shell mengancam untuk memutus kontrak atau hengkang dari rencana pengembangan Blok Masela.
IRESS telah melakukan kajian tentang perhitungan biaya pengembangan Blok Masela secara tekno-ekonomis. Dari kajian tersebut diperoleh bahwa biaya pengembangan Masela melalui Skema on shore diperkirakan 15-20% lebih murah dibanding skema off shore. Apalagi jika aspek sosial-politik, budaya dan hankam diperhitungkan, termasuk aspek efek bergandanya, maka pembangunan Blok Masela melalui skema onshore merupakan pilihan yang sangat layak untuk diimplementasikan! ”IRESS merekomendasikan agar Presiden Jokowi segara menetapkan Blok Masela dikembangkan melalui skema on shore,” kata Marwan.
Meskipun IRESS meyakini bahwa skema on shore merupakan pilihan yang lebih layak berdasarkan kajian-kajian yang telah dilakukan hingga saat ini, termasuk kajian oleh Kantor Kementerian Maritim dan Kantor Staf Kepresidenan, namun guna meyakinkan Presiden, kajian-ulang dapat pula dilakukan.
Untuk itu, IRESS merekomendasikan agar Pemerintahan Jokowi-JK membentuk tim khusus yang melibatkan seluruh Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait, bersama sejumlah unversitas, untuk membuat kajian-ulang yang komprehensif berdasarkan pertimbangan seluruh aspek terkait, perihal pemilihan skema pembangunan Masela. Presiden Jokowi perlu memimpin langsung tim kajian tersebut, dan dapat pula menetapkan target waktu penyelesaian selama 2-4 bulan.
Pengembangan Masela harus mempertimbangkan kepentingan ketahanan energi dan kepentingan strategis nasional melalui partisipasi BUMN. Perpanjangan kontrak yang diminta kontraktor (dari 2028 menjadi 2048) akibat penundaan pengembangan yang terkesan sudah “disengaja” oleh Inpex/Shell, seharusnya hanya direstui jika Pertamina mendapat alokasi saham Masela sekitar 20-25%. BUMD Maluku harus memperoleh 10% saham di Blok Masela, namun implementasi pemilikan saham tersebut dijalankan melalui pembentukan konsorsium BUMD dengan Pertamina.
Saya curiga IRESS tekan Jokowi di Masela. 🙂
Sekarang yang dibutuhkan sebenarnya adalah Keputusan atas POD yang sudah diajukan. Apakah akan dilaksanakan di darat atau di laut perlu dikaji dengan mengutamakan manfaat yang lebih besar pada negara dan masyarakat. Semakin lama keputusan diambil semakin lama juga masyarakat bisa merasakan manfaatnya.