Jakarta-TAMBANG. Sampai sekarang pengembangan blok Masela masih menunggu revisi PoD. Dalam dalam pertemuan dengan Presiden Republik Indonesia beberapa waktu lalu, petinggi Inpex Corporation mengajukan beberapa permintaan diantaranya insentif agar proyek ini bisa ekonomis.
Aspek keekonomian memang menjadi hal yang mutlak dalam pengembangan lapangan migas. Salah satunya karena investasi di sektor migas dikenal sebagai investasi besar dan tinggi resiko. Ditambah lagi perubahan skema pengembangan dari offshore ke onshore telah menyebabkan adanya revisi terkait aspek keekonomian proyek tersebut.
Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA)Yustinus Prastowo salah satu yang dibutuhkan untuk mencapai skala keekonomian adalah insentif. Insentif menjadi sebuah keharusan sebagai konsekwensi dari perubahan skema pengembangan. “Saya kira sebagai konsekwensi keputusan onshore, Pemerintah harus komit memberikan insentif itu agar proyek bisa berjalan,”ujar Yustinus di Jakarta.
Lebih lanjut Yustinus menilai perubahan ke darat akan berpotensi terjadi pembengkakan biaya investasi. Termasuk diantaranya terkait dengan pembebasan lahan dan lainnya. “Secara kalkulasi bisnis membangun di darat harus memperhitungkan potensi pembengkakan biaya pembebasan atau sewa lahan, intervensi daerah yang terlalu besar dan lainnya. Semua itu harus masuk dalam pertimbangan,”terangnya.
Oleh karenanya peran Pemerintah Pusat menjadi sangat penting. “Pemerintah pusat harus mampu menjamin dan memastikan bisnis tersebut feasible dan profitable,”terangnya.
Lebih lanjut Yustinus menilai yang dipersoalkan Inpex sejak awal memilih offshore bukan karena lebih murah tetapi lebih dapat diatur dari sisi biaya. “Saya kita Inpex pilik dikembangkan di laut bukan karena lebih murah tetapi lebih manageable dari sisi cost mengingat offshore lebih steril dari persoalan lahan,”jelas Yustinus lagi.
Yustinus juga mengingatkan bahwa pengembangan blok Masela ini akan sangat bergantung pada aspek keekonomian. Oleh karenanya saat ini yang lebih penting saat ini adalah menjadikan proyek ini ekonomis untuk dikembangkan. “Setelah proyek ini mendapat kepastian berjalan baru berbicara tentang multiplier effect yang ditimbulkan oleh proyek ini,”tandasnya.
Sementara Drektur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro Inpex perlu menjelaskan insentif apa yang dibutuhkan. “Saya kita Pemerintah perlu menanyakan pada pihak Inpex insentif apa yang mereka perlukan sehingga tepat yang dilakukan. Namun Pemerintah juga perlu mengevaluasi kewajarannya,”kata Komaidi.
Lebih lanjut Komaidi mengatakan jika kemudian dari hasil kajian Pemerintah dan SKK Migas bahwa insentif itu wajar dan diperlukan maka diberikan. “Jika wajar dan diperlukan karena ada perubahan PoD Pemerintah perlu memberi insentif,”ungkapnya.
Sementara Direktur Indonesian Petroleum Association/IPA Sammy Hamzah ketika diminta tanggapannya mengatakan bahwa setiap proyek migas mempunyai keekonomian yang berbeda-beda. “Sampai sekarang saya belum punya perhitungan rinci Blok Masela terutama setelah diputuskan pengembangannya di darat. Yang jelas seluruh industri sepakat bahwa insentif yang paling besar yang bisa diberikan oleh Pemerintah adalah Kepastian Hukum,”tandas Sammy.
Ia pun mengakui bahwa dengan harga minyak yang turun lebih dari 50% Indonesia sebagai net importer minyak lebih diuntungkan karena membeli minyak dengan harga murah. Namun sebagai produsen tentu akan mengalami tekanan. “Oleh karenanya insentif fiskal dan lainnya merupakan salah satu solusi yang paling jitu untuk mempertahankan iklim investasi,”ungkapnya.
Namun kembali lagi menurut Sammy kepastian hukum menjadi suatu yang dibutuhkan pelaku usaha sektor migas saat ini. “Jika hanya insentif yang diberikan tanpa adanya kepastian hukum juga percuma,”ujarnya.