Beranda Batubara Investigasi Insiden Tambang Hasilkan Penghematan US$3 Juta per Tahun

Investigasi Insiden Tambang Hasilkan Penghematan US$3 Juta per Tahun

Bogor – TAMBANG. Investigasi insiden tambang mungkin selama ini hanya sering dikaitkan dengan kecelakaan fatal yang menelan korban jiwa. Padahal, tak perlu menunggu sampai ada kejadian tragis baru dilakukan investigasi insiden. Bila dilakukan dengan tepat, rekomendasi hasil investigasi insiden bahkan terbukti mendatangkan keuntungan bagi perusahaan tambang.

 

“Kelemahan di Indonesia, biasanya faktor risiko tindakan tidak aman dan kejadian near miss masih diabaikan begitu saja,” ujar Siswahyudi, HSE Superintendent Mining Operation di PT Kaltim Prima Coal, dalam workshop yang digelar Asosiasi Profesi Keselamatan Pertambangan Indonesia (APKPI), Sabtu (15/8).

 

Near miss adalah insiden yang nyaris, namun belum menyebabkan kerusakan ataupun menelan korban. Meskipun demikian, Siswahyudi menegaskan bahwa ini sebenarnya tidak boleh diabaikan. Upaya investigasi secara menyeluruh tetap perlu dilakukan untuk pembelajaran agar jangan sampai kejadian serupa terulang yang menyebabkan terjadi kerusakan dan jatuh korban.

 

Kegiatan investigasi insiden sendiri sebetulnya tak harus memakan banyak biaya atau waktu yang lama. Kuncinya adalah kemampuan investigator untuk mengumpulkan data yang lengkap, sehingga mendapatkan pemahaman yang mendalam akan akar permasalahan penyebab suatu insiden.

 

“Triknya adalah menyiapkan cek list untuk mendapatkan data. Dengan terstruktur demikian, maka prosesnya bisa lebih cepat dan tak ada yang terlewatkan. Semakin lengkap data yang terkumpul, maka akan semakin mudah analisanya,” ia menjelaskan.

 

Siswahyudi didapuk untuk menjadi narasumber pojok konsultasi investigasi insiden dalam workshop tersebut, bukan tanpa alasan. Berdasarkan pengalamannya, ia berhasil membuktikan bahwa kegiatan investigasi insiden, dengan hasil rekomendasi yang tepat bisa menguntungkan perusahaan.

 

“Hasil rekomendasi bisa menguntungkan perusahaan dengan menurunkan jumlah kecelakaan karena faktor kelelahan. Di perusahaan sebesar KPC, beban kerusakan alat akibat kecelakaan karena faktor kelelahan itu dulu bisa mencapai hingga US$ 6 juta per tahun. Sekarang dengan keberhasilan menurunkan angka insiden sebanyak 50%, perusahaan bisa menghemat US$ 2-3 juta per tahun,” kisahnya.

 

Keberhasilan itu tentu diawali dengan adanya investigasi insiden secara menyeluruh. Kemudian setelah diidentifikasi bahwa kelelahan operator menjadi biang keladi seringnya terjadi insiden, maka rekomendasi pun disampaikan untuk mengurangi faktor risiko tersebut. Sebagai solusi, digunakanlah sebuah sistem yang dibantu teknologi remote untuk menjaga tingkat kewaspadaan operator alat.

 

“Sebuah piranti dipasangkan di setiap unit alat berat, dan terhubung dengan pusat kendali. Secara berkala dan otomatis, piranti tersebut akan meminta respon sigap dari operator alat berat. Apabila gagal merespon, maka pusat kendali bisa langsung mengecek apakah operator tersebut sudah kelelahan atau sudah tak dalam kondisi layak bekerja,” jelasnya.

 

Namun ia pun mengungkapkan bahwa tak selamanya solusi untuk menekan risiko insiden itu harus membutuhkan teknologi atau biaya tinggi. Ia mencontohkan bahwa upaya mengurangi risiko kecelakaan akibat kelelahan bisa dilakukan secara manual, dengan melakukan kontrol sistematis secara langsung.

 

“Intinya analisa dan pemanfaatan data dari hasil investigasi harus diarahkan untuk pencapaian target keselamatan,” pungkasnya.

Sementara itu, Eko Gunarto, Kepala Subdit Pengawasan Teknik Minerba Kementerian ESDM, memebenarkan bahwa investigasi insiden memiliki peran penting untuk mencari akar penyebab permasalahan.

 

“Investigator harus memiliki pemahaman yang komprehensif. Semua harus diselidiki, bahkan sampai ke sistemnya,” tegasnya.

 

Dalam masa jabatannya sebelumnya sebagai Kepala Subdit Keselamatan, Eko memang kerap kali harus terlibat dalam investigasi kecelakaan tambang. Kasus besar yang menewaskan puluhan orang akibat runtuhnya terowongan tambang Freeport pun sempat ditanganinya.

 

“Pemerintah memang hanya menurunkan investigator apabila ada kejadian berbahaya atau yang menimbulkan cidera berat serta kematian di tambang. Namun, investigator internal perusahaan harus mampu memberikan rekomendasi yang tepat untuk setiap insiden yang terjadi, sehingga tidak menguap begitu saja,” Eko berujar.