Jakarta-TAMBANG. Seretnya bisnis di industri tambang minerba tak lantas membuat investasi jasa penunjang sektor pertambangan juga ikut surut. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, sepanjang tahun 2014 investasi jasa penunjang justru menunjukkan tren positif dengan nilai investasi tertinggi mencapai lebih US$ 4 juta.
Bahkan nilai investasi di jasa penunjang terbilang meningkat dengan stabil sejak tahun 2009. Berbeda dengan investasi di sektor tambang batu bara baik PKP2B maupun IUP. Sejak 2012 hingga 2014, investasi di sektor batu bara, mengalami pasang surut. Tahun 2012, investasi IUP dan PKP2B mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya namun turun di tahun 2013 dan naik kembali di tahun 2014.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara, Kementerian ESDM, Bambang Tjahjono Setiabudi mengatakan, kenaikan jasa penunjang itu harus dilihat lebih detil lagi pada bidang kontraktor atau konstruksi. Namun ia mengakui kenaikan itu memungkinkan lantaran masing-masing perusahaan memiliki tahapan operasi yang berbeda.
“Misalnya dari uji kelayakan ke konstruksi, lalu dari konstruksi ke produksi, atau peningkatan kapasitas produksi. Kenapa dia mau naik, karena mungkin ingin mengefisienkan ongkos produksinya,” kata Bambang, Senin (2/3).
Selain itu, menurutnya, beberapa perusahaan, baik IUP maupun PKP2B memilih tetap melaksanakan rencana yang sudah digagas dalam lima tahun ke depan meskipun ada kenaikan royalti. “Jadi dia hanya mengikuti perencanaan yang sudah dibuat. Tapi memang memungkinkan bisa terjadi investasi naik.”
Pada 2015 bukan tak mungkin tren positif investasi di sektor jasa penunjang tetap stabil. Pasalnya, pemilik tambang PKP2B dan KK tahun ini diwajibkan meningkatkan kegiatan eksplorasinya ke tahap produksi.
Menurut Bambang, perusahaan yang masih dalam tahap eksplorasi tidak memberikan kontribusi yang besar dalam capaian PNBP karena hanya membayar iuran tetap yang jumlahnya kecil. Untuk menaikkan PNBP, pemerintah mendorong agar perusahaan melakukan produksi.
“Tujuan pemerintah bagaimana bisa menikmati hasil produksi dari perusahaan itu karena negara yang punya barang. Kalau tidak ada prospek ya kembalikan ke negara dan wilayah pencadangan negara. Jadi ada satu batasan kegiatan yang jelas,” ujarnya.