Jakarta, TAMBANG – Indonesia memang tidak kaya dari sisi potensi dan sumber daya minyak dan gas (Migas). Meski demikian masih ada potensi minyak dan gas yang bisa diambil.
Kepala SKK Migas Dwi Sutjipto menyebutkan, Indonesia mempunyai 128 cekungan dan yang sudah dilakukan eksplorasi dan eksploitasi baru 54 cekungan. Selanjutnya dari 54 cekungan yang telah dieksplorasi, Indonesia saat ini memiliki reserve sebanyak 3,2 billion barel oil. “Kalau ada giant discovery diharapkan cadangan bisa meningkat,” terang Dwi.
Dwi Soetjipto menjadi salah satu panelis dalam diskusi “Neraca Energi Indonesia, Suatu Tinjauan Kritis Sektor Migas”. Acara ini digelar Ikatan Alumni Teknik Geologi Institut Teknologi Bandung. Panelis lainnya adalah Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu, dan Direktur Utama PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) Hilmi Panigoro.
Mantan Dirut Pertamina ini kemudian menyebutkan gap antara produksi dan kebutuhan menunjukkan ekonomi tumbuh, tentu saja menjadi tantangan untuk menyelesaikan problem yang lain.
“Strategi untuk mengatasi gap yang ada. Di hulu migas, Indonesia bagian barat pada posisi yang mature. Di timur adanya potensi untuk new discovery untuk ke depannya. Diperlukan pula supporting dan faktor-faktor yang kita harapkan mendukung,” lanjut Dwi.
Dwi menjelaskan, untuk menangkap peluang hulu migas Indonesia, pemerintah terus berupaya memperbaiki iklim investasi. Berbagai langkah dilakukan SKK Migas diantaranya penyederhanaan perizinan dan peningkatan kegiatan eksplorasi melalui roadshow ke calon investor.
“Selain itu, going east in deep water, kami juga ingin memastikan ketersediaan Migas diharapkan berbagai teknologi yang berkembang dapat membantu untuk mencegah risiko bisnis di oil and gas upstream,” kata Dwi.
Sementara Hilmi Pangiroro yang juga menjadi panelis mengatakan, saat ini Indonesia berada di daerah transisi energi. Transisi energi dari waktu ke waktu selalu berubah. Dari waktu batu bara pindah ke minyak tidak terlalu drastis, hari ini batubara masih banyak dipakai untuk kelistrikan karena murah. Transisi energi sekarang agak berbeda.
“Ada tiga hal yang harus diperhatikan, pertama lingkungan, begitu keras desakan lingkungan supaya lakukan dekarbonisasi. Kita agreed konvensi di paris. Kedua elektrifikasi. Terakhir teknologi. Paling relevan buat kita adalah storage,” kata dia.
Dia mengatakan Indonesia jelas dengan asumsi hari ini minyak sampai 2035 masih penting, pertumbuhannya hingga 2,6 persen, selain pertumbuhan konsumsi listrik. Tahun 2035-2040 kombinasi defisit gasoline ditambah diesel bisa sampai 1 juta barel per hari. Tapi Jepang-Korea Selatan impor minyaknya relatif stabil.
“Konsumsi energi yang besar itu good for us, drive the economy. Tapi kita harus produktif. Jadi konsumsi 1 juta barel ini jadi sesuatu yang produktif. Tapi jangan disubsidi, kayak tanda tangan blank check. Di situlah regulator sangat berperan,” kata Hilmi.
Menurut Hilmi, hulu migas 15 tahun ke depan masih penting, untuk itu Indonesia harus berani berkompetisi. Salah satunya bisa ditunjukkan dengan fiskal term terbaik.
“Pertama fiskal harus menarik, kedua harus dihormati sampai akhir kontrak. Ketiga accelerate development. Ini kalau mau naik produksinya,” tandasnya.
Adapun Dharmawan Samsu memaparkan beberapa proyek strategis Pertamina, antara lain Jambaran Tiung Biru dan rencana alihkelola Blok Rokan mulai 2021.
Energi minyak di Indonesia masih berperan besar hingga 2050 karena konsumsi yang diproyeksikan terus meningkat. Oleh karenanya bagaimana menjaga tingkat produksi lewat penemuan penemuan baru.