Jakarta-TAMBANG. Sampai saat ini belum ada kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan PT. Freeport Indonesia (PTFI) untuk melakukan penyesuaian ketentuan dalam perundang-undangan Indonesia (Undang Undang No.4/2009). Menanggapi hal tersebut, Publish What You Pay Indonesia (PWYP) menyampaikan beberapa penyataan sikap.
Pertama, sebagai pemilik hak kuasa pertambangan (Mineral Right), Pemerintah Republik Indonesia memiliki kewenangan dan kedaulatan untuk mengatur tata kelola pemanfaatan sumber daya mineral di Indonesia. Semua itu nantinya akan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kepentingan rakyat Indonesia.
Negosiasi Pemerintah dengan pemegang Kontrak Karya Freeport (PTFI) dilakukan untuk mencapai kesesuaian penyesuaian dan penegakan regulasi yang berlaku di Indonesia. Upaya ini harus dihargai sepenuhnya oleh perusahaan yang menjalankan kegiatan usaha pertambangan di Indonesia.
Kedua, PWYP meminta agar dalam masa menunggu proses yang sedang ‘deadlock’ sebaiknya tidak ada tindakan sensitif, baik secara sosial maupun ekonomi seperti pengurangan tenaga kerja dan lain sebagainya. Untuk itu, upaya terbaik kedua belah pihak adalah melakukan renegosiasi sebaik mungkin dengan tetap menghormati hak-hak dan kedudukan masing-masing pihak, mencari jalan terbaik dan solusi terbaik (win-win solution).
Ketiga, upaya penyelesaian sengketa melalui lembaga Arbitrase Internasional harusnya menjadi pilihan terakhir. Apapun jalan yang akan ditempuh, kedua belah pihak harus tetap memperhatikan kelangsungan pembangunan, peningkatan kesejahteraan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat di Papua dan seluruh rakyat Indonesia.
Keempat, dalam proses renegosiasi kontrak, sebaiknya dilakukan secara transparan sehingga dapat diketahui publik. Dokumen kontrak Freeport (maupun kontrak-kontrak lainnya) harus dapat diakses oleh publik sehingga masyarakat pun memahami. Dan hendaknya masyarakat diberi ruang untuk memberi saran dan masukan bagi keputusan yang terbaik (best deal) bagi bangsa dan rakyat Indonesia.
Kelima, Pemerintah dan Freeport juga hendaknya melakukan konsultasi dan meminta pertimbangan serta hak menyatakan pendapatan secara bebas dan tanpa paksaan (free prior inform consent – FPIC) dari masyarakat Papua, terutama masyarakat yang bermukim di sekitar kegiatan pertambangan Freeport. termasuk di dalamnya tetua adat, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya.
Dan terakhir, dalam proses renegosiasi, Pemerintah sebaiknya memegang teguh kepentingan nasional dan mengedepankan pilihan terbaik bagi rakyat Indonesia. Serta harus tetap mewaspadai dan mencegah adanya kepentingan kelompok kecil pemburu rente, demi kepentingan-kepentingan sesaat dan jangka pendek, yang tidak mengutamakan kepentingan publik dan nasional.