Jakarta,TAMBANG,- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai Sekretariat Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia telah menyampaikan Laporan EITI Indonesia ke-9 kepada EITI Internasional pada 28 Maret 2022 lalu. Laporan ini berisi data dan informasi sektor migas dan pertambangan yang diuraikan dalam rantai nilai, mulai dari perizinan, lelang, pendapatan, hingga pemanfaatan pendapatan yang telah diperoleh dari kegiatan pengelolaan industri ekstraktif tahun 2019-2020.
“Substansi yang dilaporkan merupakan data final dan audited yang disajikan sesuai dengan standar pelaporan EITI International 2019. Selain itu, disampaikan juga data tenaga kerja per gender, peran dan dampak masyarakat adat, kegiatan kuasi fiskal yang dilakukan BUMN, serta informasi terkait upaya Indonesia dalam melakukan mitigasi risiko dan hambatan terkait keterbukaan kontrak dan commodity trading,” tutur Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial selaku Ketua Forum Multistakeholder Group (MSG) EITI Indonesia dalam Webinar Diseminasi Laporan EITI Indonesia ke-9, Rabu (20/4).
Ego mengatakan bahwa Laporan EITI Indonesia ke-9 telah disusun sejak bulan Januari 2021 dengan melibatkan seluruh unit eselon I Kementerian ESDM, Kementerian/Lembaga terkait, perwakilan Pemerintah Daerah, Asosiasi Perusahaan Sektor Minyak dan Gas Bumi, Asosiasi Perusahaan Sektor Mineral dan Batubara, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta Industri Ekstraktif yang telah melaporkan transparansi pendapatan kepada Sekretariat EITI Indonesia.
“Maksud dan tujuan utama dari Laporan ini adalah sebagai tranparansi atas pelaksanaan kegiatan industri ekstraktif di Indonesia guna pertangungjawaban serta lebih meningkatkan pemahaman dan kesamaan persepsi dari para pemangku kepentingan EITI di Indonesia,” imbuh Ego.
Ego berharap, pemahaman dan pengertian masyarakat terhadap keterbukaan pengelolaan di industri ekstraktif dapat lebih baik dalam pertanggungjawaban pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di Indonesia.
“Selanjutnya kami akan terus meningkatkan transparansi, melalui proses mainstreaming pelaporan EITI yang menyatu dalam laporan tahunan perusahaan dan pemerintah. Kami juga menyadari bahwa keberhasilan pelaksanaan EITI, transparansi pendapatan dari industri ekstraktif di Indonesia akan sangat ditentukan oleh adanya partisipasi aktif, kesamaan, dan persepsi dari seluruh pemangku kepentingan,” tutur Ego.
Ke depan implementasi EITI akan lebih terintegrasi, sebagaimana dipaparkan oleh Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi.
“Integrasi aplikasi dari sistem yang ada antara KESDM, Kemenkeu dan K/L lainnya akan mendorong efisiensi e-government secara umum, dan secara khusus pada perbaikan tata kelola dan penerimaan negara dari industri ekstraktif. Data yang dipublikasi tentunya lebih valid dan dapat dimonitor oleh K/L terkait dan pemangku kepentingan,” pungkas Agus.
Sebagaimana diketahui, Indonesia ikut berperan dalam Extractive Industry Transparency Initiative (EITI) yang merupakan standar global bagi transparansi penerimaan negara dari sektor ekstraktif, yaitu minyak, gas bumi, mineral, dan batubara. Kementerian ESDM di bawah koordinasi Kemenko Perekonomian sejak 2010 telah aktif mendukung transparansi pengungkapan laporan pendapatan negara dan pendapatan daerah, berdasarkan Perpres 26 Tahun 2010 yang diubah menjadi Perpres 82 Tahun 2020.
Sepanjang kurun waktu tersebut Indonesia terus menunjukkan perbaikan dalam status transparansi pelaporannya hingga mencapai meaningful progress pada 2020 lalu.
Pada Webinar Diseminasi Laporan EITI Indonesia ke-9 ini, hadir sejumlah narasumber, yaitu Erwansyah Nasrul Fuad dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Eka Yudhistira dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Kurnia Chairi dari Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Muhammad Isro dari Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Muhammad Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan, Djoko Widjajanto dari Indonesian Mining Association (IMA), Marjolijn Wajong dari Indonesian Petroleum Association (IPA), dan Aryanto Nugroho dari Publish What You Pay (PWYP) Indonesia. Semua narasumber memberikan pandangan yang penting bagi perbaikan tranparansi dan tata kelola industri ekstraktif di Indonesia.