Jakarta, TAMBANG – Dekarbonisasi dan praktik pertambangan yang berkelanjutan (Good Mining Practices) menjadi isu penting dalam iklim usaha nasional bahkan global. Karena itu dibutuhkan upaya bersama untuk mengoptimalisasi kedua isu tersebut.
Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Edi Wibowo menyebut salah satu upaya pemerintah dalam menggalakkan dekarbonisasi dan mendukung praktik pertambangan berkelanjutan adalah dengan menjalankan program mandatori biodiesel.
Pemanfaatan biodiesel yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 tahun 2015 cukup efektif mengurangi emisi karbon khususnya di sektor pertambangan. Permen ESDM tersebut tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain.
“Program mandatori biodiesel ini sesuai amanat Permen ESDM nomor 12 tahun 2015. Mulai 15 persen di tahun 2015, 2020 dengan 30 persen, dan sejak 1 Februari tahun 2023 kita menuju ke B35,” ungkap Edi dalam Indonesia Mining Conference (IMC) 2024 yang diselenggarakan PT ExxonMobil Lubricants Indonesia (EMLI) di Jakarta, Selasa (30/4).
Saat ini pihaknya sedang menggodok implementasi B40 yang akan diterapkan otomotif dan non otomotif seperti alat berat. Di sektor non otomotif, saat ini sedang dilakukan uji teknis.
“Kita menuju ke B40 tapi tahunnya belum tahu, masih persiapan terkait uji teknisnya seperti apa, untuk otomotif nanti kita sampaikan, dan yang non otomotif sedang jalan,” ungkap Edi.
Edi lalu menjelaskan peluang dan tantangan implementasi B40 yang menurutnya menjadi tanggung jawab bersama di antaranya sosialisasi terkait penyelesaian isu teknis pemanfaatan B40 pada alat berat pertambangan.
Kemudian peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) terutama operator di lapangan terkait handling dan storing yang benar dan keterbatasan ketersediaan insentif.
“Peningkatan kapasitas SDM terutama operator di lapangan terkait handling dan storing yang benar, keterbatasan ketersediaan insentif dan keterbatasan produksi HVO dan tingginya biaya Produksi,” ungkap Edi.
Sementara, peluang implementasi B40 misanlnya ketersediaan pasokan CPO yang mencukupi untuk implementasi B40, kapasitas pabrik biodiesel yang besar dan masih terus bertumbuh, dan semakin meningkatnya kesadaran penggunaan energi bersih yang ramah lingkungan di sektor pertambangan.
Dia berharap semua peluang tersebut dibarengi dengan stabilitas harga CPO, sehingga RI kedepan bisa menjadi negara yang mandiri energi.
“RI ini kaya akan energi terbarukan salah satunya sawit. Ini diharapkan ada stabilisais harga CPO-nya. Yang tak kalah penting kita menuju kemandirian dan ketahanan energi nasional,” jelasnya.
Presiden Direktur EMLI, Syah Reza menyampaikan, sebagai perusahaan penyedia pelumasan dan bahan bakar, EMLI turut andil untuk menggalakkan dekarbonisasi dan mendorong prakatik pertambanban yang berkelanjutan.
“Kami tidak hanya memberikan produk yang berkualitas, tapi juga memberikan layanan yang berkaitan dengan pelumasan. Kami memberikan Solusi-solusi yang dibutuhkan para pelaku usaha dalam menjawab tantangan tantangan di dunia pertambangan,” jelas Syah Reza.
Menurut dia, perubahan iklim, efek gas rumah kaca (GRK) dan emisi karbon menjadi tantangan nyata bagi para pelaku industri termasuk segmen pertambangan. Karena itu dibutuhkan perhatian khusus untuk mengurai masalah tersebut.
“Perubahan iklim, efek rumah kaca dan emisi adalah hal-hal yang menjadi perhatian dunia dan kita sebagai bagian dari ekosistem global tidak lepas dari hal-hal tersebut,” beber dia.