Beranda Mineral Indonesia Absen Pasok Bijih Nikel, Filipina Terus Genjot Produksi

Indonesia Absen Pasok Bijih Nikel, Filipina Terus Genjot Produksi

Tambang Nikel Agata Mining Venture Inc di Filipina. Foto: tvird.com.ph

Manila, Filipina – TAMBANG. Absennya Indonesia dari pasar bijih nikel dunia, membuka kesempatan Filipina untuk berjaya. Meski harga masih lemah, Pemerintah Filipina berencana membuka dua tambang nikel baru untuk meningkatkan volume ekspor.

 

Leo Jasareno, Direktur Biro Pertambangan dan Geosains Filipina, membenarkan bahwa produksi nikel tahun ini akan naik dengan dibukanya dua tambang baru. Kedua tambang nikel baru tersebut adalah Libjo Mining Corp. di Pulau Dinagat, dan Agata Mining Venture Inc. di Pulau Mindanao.

 

“Kedua proyek tambang nikel baru ini diharapkan bisa meningkatkan produksi nikel nasional tahun 2015. Produksi dari tambang Libjo dan Agata masing-masing diperkirakan mencapai 714 ribu dan 1,36 juta metrik ton kering,” ungkap Jasareno sebagaimana dikutip Reuters, Senin (27/4).

 

Kedua tambang tersebut akan memasok bahan baku nikel yang dibutuhkan oleh pabrik pengolahan di Australia, Tiongkok, Korea Selatan, serta Jepang.

 

Sejak Indonesia memberlakukan larangan ekspor mineral mentah pada Januari 2014, Filipina mengambil alih peran Indonesia sebagai pemasok bijih nikel terbanyak untuk Cina.

 

Akibatnya, tahun lalu harga rata-rata nikel sempat melejit 11,6% ke angka US$ 7,56 per pon. Filipina pun bisa menikmati untung, dengan catatan pendapatan dari penjualan logam yang mencapai US$ 3,1 miliar. Nikel sendiri menyumbang 58% dari pendapatan tersebut, atau US$ 1,8 miliar.
Secara volume pun terjadi peningkatan ekspor nikel, baik dalam bentuk bijih nikel maupun nikel-kobalt sulfida. Ekspor bijih nikel Filipina tahun 2014 naik 20% ke angka 30,2 juta metrik ton kering. Sementara ekspor nikel-kobalt sulfida melonjak 91% ke angka 87,3 ribu metrik ton kering.

 

“Harga nikel tahun 2015 mungkin tak akan mencapai digit ganda, atau seperti yang terjadi tahun 2011. Ini karena kondisi pasar dengan stok yang cukup, kehadiran pasokan baru, serta angka permintaan yang melemah terutama dari Cina,” Jasareno mengakui.

 

Membuka tambang baru di Filipina sebenarnya juga bukan hal mudah, karena kebijakan ketat yang diperkuat lobi anti-tambang Gereja Katolik Roma. Meskipun disebutkan memiliki cadangan mineral yang bernilai hingga US$ 1,4 triliun, sektor pertambangan memang hanya memberikan sumbangan 1% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negeri itu.