TAMBANG, JAKARTA. PENGAPALAN bijih nikel dari Filipina akan berkurang sekitar 30% tahun ini, karena Pemerintah melakukan penertiban besar-besaran terhadap tambang nikel. Beberapa eksportir nikel di Filipina juga mengurangi produksinya karena harga nikel dinilai masih terlalu rendah, serta akibat buruknya cuaca.
Volume ekspor nikel akan berkurang, paling tidak 20% dibanding tahun lalu. Dante Bravo, Direktur Utama dan Kepala Eksekutif Global Ferronickel Holdings Inc, sebagaimana dikutip media Filipina, The Standard mengatakan, penutupan sementara terhadap tambang yang dilakukan atas perintah Presiden Rodrigo Duterte membuat produksi nikel berkurang 100.000 ton.
‘’Langkah penutupan itu memang sudah dijanjikan oleh Presiden Duterte dalam kampanyenya. Waktu itu dia bilang akan meninjau izin tambang,’’ kata Bravo. Adapun Global Ferronickel, yang dipimpin Bravo, sudah ditinjau, dan dinyatakan memenuhi syarat. Sebetulnya cara mengaudit tambang yang dilakukan rezim Duterte ini sama dengan di masa lalu. ‘’Yang membedakan hanya siapa yang memeriksa, serta yang kali ini melakukan pendekatan berbeda terhadap regulasi,’’ lanjut Bravo.
Pasar global nikel kini tengah menunggu-nunggu apa yang akan terjadi, setelah beberapa tambang di Filipina ditutup karena dinilai tidak memenuhi syarat lingkungan. Rodrigo Duterte mengangkat aktivis lingkungan, Regina Lopez, sebagai menteri lingkungan dan sumber daya alam. Setelah dilantik, Regina Lopez bergegas mengaudit ketaatan tambang terhadap aturan lingkungan. Mereka yang dinyatakan tidak taat, dipaksa tutup sementara waktu.
Padahal, Filipina merupakan eksportir terbesar nikel, di Asia. Negara ini menggantikan posisi Indonesia, yang sejak Januari 2014 tidak lagi mengekspor mineral mentah. Indonesia mewajibkan seluruh mineral mentah, termasuk nikel, diolah di dalam negeri.
Wakil Menteri Sumber Daya Alam Filipina, Leo Jasareno, mengatakan saat ini Pemerintah tengah menunggu hasil audit lanjutan terhadap tambang-tambang nikel yang tengah beroperasi. Mereka yang melanggar akan ditutup. Hasil audit inilah yang ditunggu pasar. Sebagian besar nikel yang diekspor Filipina digunakan untuk menjadi bahan campuran baja, di Cina. Berkurangnya ekspor nikel ke Cina akan membuat Cina menambah impor feronikel dari Indonesia.
‘’Cina harus menambah impor feronikelnya, terutama dari Indonesia, untuk menutupi berkurangnya impor bijih nikel dari Filipina,’’ kata Celia Wang, periset pada perusahaan perdagangan Grand Flow Resources Co, Shanghai. ‘’Impor nikel dari negara lain saat ini harganya tidak bersaing,’’ lanjutnya.
Dampak penutupan tambang, kalau terjadi, sebetulnya diperkirakan tidak terlalu besar untuk saat ini. Sebagian besar tambang saat ini tidak berproduksi penuh, bahkan banyak yang lebih memilih tidak berproduksi akibat gangguan cuaca, seperti hujan deras terus-menerus dan badai.
Saat ini, impor feronikel oleh Cina melonjak 56%, menjadi 92.240 ton, Juli lalu. Ekspor dari Indonesia naik lima kali lipat.