Washington, TAMBANG. PERUSAHAAN pengolah energi fosil mendapat untung dari subsidi, mencapai US$ 5,3 triliun setahun, dari seluruh dunia. Untung sebesar itu setara dengan US$ 10 juta setiap menit. Angka yang mengejutkan besarnya itu diungkapkan laporan lembaga Dana Moneter Internasional IMF, yang sebagian ringkasannya dimuat koran Inggris The Guardian, kemarin.
IMF menyebut besarnya angka itu betul-betul mengejutkan. Angka subsidi US$ 5,3 triliun setahun itu lebih besar daripada anggaran kesehatan yang dibelanjakan seluruh negara di dunia.
Besarnya subsidi yang dinikmati perusahaan pengolah energi fosil itu datangnya dari beberapa jalur. Di antaranya, perusahaan yang menggunakan batu bara, minyak, dan gas, tidak membayar kerusakan yang timbul akibat polusi, gangguan kesehatan, atau munculnya perubahan iklim. Padahal, akibat perubahan iklim, banyak negara mengalami kekeringan, banjir, atau badai.
Nicholas Stern, ekonom iklim terkemuka dari London School of Economics mengatakan, ‘’Apa yang disampaikan IMF ini merupakan hal penting. Selama ini ada mitos bahwa bahan bakar fosil adalah murah. Padahal, akibat yang ditimbulkan sangat besar,’’ katanya. ‘’Tidak ada pembenaran yang dapat dilakukan terhadap pemakaian energi fosil secara besar-besaran, bila kita melihat dampak ekonominya,’’ lanjutnya.
Nicholas Stern bahkan menilai, angka yang disodorkan IMF masih terlalu kecil. ‘’Perkiraan yang lebih lengkap terhadap biaya yang ditimbulkan terhadap perubahan iklim, akan menunjukkan angka yang jauh lebih mengerikan,’’ katanya.
IMF merupakan salah satu lembaga keuangan dunia yang dihormati. Tulis IMF, penghentian subsidi bahan bakar fosil akan memangkas emisi karbon dunia hingga 20%. Ini akan menjadi langkah raksasa untuk mengatasi pemanasan global.
Menurut perhitungan IMF, pengakhiran subsidi terhadap energi karbon akan memangkas kematian akibat polusi udara hingga 50%, atau sekitar 1,6 juta nyawa setahun.
Lebih jauh, IMF mengatakan, pengakhiran subsidi energi fosil akan menjadi hal yang cukup rumit bagi banyak negara. Yang pasti, akan mendorong pertumbuhan ekonomi, serta mengurangi kemiskinan melalui investasi infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Manfaat lain, keperluan untuk subsidi energi terbarukan, sekitar US$ 120 miliar setahun, tak diperlukan lagi bila energi dari fosil dijual dengan memperhitungkan dampaknya.
‘’Perkiraan angka terhadap subsidi energi fosil ini betul-betul mengejutkan,’’ kata Vitor Gaspar, Kepala Urusan Fiskal IMF dan bekas Menteri Keuangan Portugal. ‘’Harga energi masih dijual di bawah biaya sebenarnya,’’ katanya.
David Coady, pegawai IMF yang bertanggungjawab terhadap laporan ini mengatakan, pada awalnya ia ragu terhadap angka US$ 5,3 triliun itu. Ia khawatir, jangan-jangan terjadi perhitungan ganda. Melalui pengecekan ulang, ternyata angkanya benar.
US$ 5,3 triliun subsidi terhadap energi fosil mewakili 6,5% dari produk domestik bruto dunia. Separuh lebih sedikit dari angka itu merupakan uang pemerintah yang digunakan untuk mengobati korban polusi udara, serta penghasilan yang hilang akibat kematian dini dan gangguan kesehatan.
Angka itu lebih tinggi dibanding perhitungan IMF pada 2013. Di angka 2015, data baru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah diperhitungkan.
Batu bara merupakan bahan bakar yang paling kotor, membuat polusi lokal dan memicu terjadi pemanasan iklim. Perusahaan batu bara paling menikmati subsidi energi fosil. Minyak, yang banyak dipakai untuk trasnportasi, mendapat sepertiga subsidi, sisanya oleh gas.
Sumber utama polusi udara adalah pembangkit listrik tenaga batu bara. Cina, dengan penduduk yang paling besar di dunia serta banyak tergantung pada pembangkit berbahan bakar batu bara, menyediakan US$ 2,3 triliun subsidi setiap tahun. Setelah itu disusul Amerika Serikat (US$ 700 miliar), Rusia (US$ 335 miliar), India ($ 277 miliar), dan Jepang ($ 157 miliar). Masyarakat Eropa bersama-sama membayar subsidi $ 330 milar.