Jakarta, TAMBANG – Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai biaya pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) lebih murah dibanding memperpanjang usianya dengan penambahan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon alias Carbon Capture and Storage (CCS).
“Biaya penambahan teknologi CCS cenderung tinggi disebabkan oleh besarnya biaya pengadaan atau modal awal (capital expenditure, Capex) dan pengeluaran operasional (operating expenditure, Opex) CCS,” ucap Staff Program untuk proyek Clean, Affordable, and Secure Energy (CASE) IESR untuk Asia Tenggara, Fadhil Ahmad Qamar dalam Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2023, Rabu (11/10).
Menurutnya, pengakhiran dini operasional PLTU batu bara berpotensi untuk menghasilkan pengurangan emisi PLTU yang mirip dengan pengurangan emisi yang dihasilkan dari penerapan CCS, dengan biaya yang lebih rendah.
“Untuk dapat menerjemahkan manfaat pengurangan emisi dari pengakhiran dini operasional PLTU batu bara dan penerapan teknologi CCS pada PLTU batu bara dalam nilai ekonomi, maka perlu disertai dengan penerapan harga karbon yang tepat sebagai bagian dari pembiayaan inovatif sehingga tidak membebankan anggaran negara,” ungkap Fadhil.
Analis Senior IESR, Raditya Wiranegara pada kesempatan yang sama juga menyampaikan pentingnya aspek sosial dan ekonomi dari pengakhiran dini operasional PLTU, terutama jika kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat lokal memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap beroperasinya PLTU batu bara.
Kata dia, pemangku kebijakan juga perlu untuk menggunakan pendekatan perumusan kebijakan terkait rencana penghentian pengoperasian PLTU batu bara yang berbasis data, baik itu data aset pembangkitnya sendiri maupun biaya-biaya eksternalitas yang terkait dengan operasinya, seperti biaya sosial akibat polusi lokal yang dihasilkan oleh PLTU batu bara.
“Rencana penghentian operasi PLTU batu bara ini masuk ke dalam RPJPN, sehingga dapat dipersiapkan jaringan pengaman sosial seperti apa dan berapa banyak yang diperlukan untuk meminimalisir dampak pengakhiran operasi PLTU batu bara, baik pada masyarakat di sekitar pembangkit maupun di daerah penghasil batu bara.
“Langkah-langkah antisipasi lainnya, seperti penyiapan peralihan tenaga kerja dari PLTU batu bara ke pembangkit listrik berbasis energi terbarukan juga bisa dipertimbangkan untuk masuk ke dalam RPJPN” pungkas Raditya.