Jakarta,TAMBANG,- Lembaga kajian energi global International Energy Agency (IEA) menyebutkan bahwa ada pergeseran besar dalam sistem energi global. Ini terjadi seiring berkembangnya teknologi energi bersih seperti tenaga surya, tenaga angin, mobil listrik dan pompa panas. Dalam World Energy Outlook (WEO) yang baru saja dirilis, lembaga ini menyebutkan sistem energi pada tahun 2030 teknologi ramah lingkungan memainkan peran yang jauh lebih besar dibandingkan saat ini. Mobil listrik akan lebih banyak 10 kali lebih di jalan raya di seluruh dunia. Kemudian PV surya menghasilkan listrik lebih banyak dibandingkan seluruh sistem tenaga listrik AS saat ini. Lalu pangsa energi terbarukan dalam bauran listrik global mendekati 50% atau naik dari sekitar 30% saat ini.
Demikian pula pompa panas dan sistem pemanas listrik lainnya akan terjual lebih banyak daripada boiler bahan bakar fosil. Dari sisi investasi akan akan kenaikan tiga kali lebih besar untuk proyek pembangkit listrik tenaga angin lepas pantai dibandingkan pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas.
Ini semua terjadi karena ada dukungan kebijakan pemerintah di seluruh dunia. Jika negara-negara memenuhi janji energi dan iklim nasional tepat waktu dan sepenuhnya, perkembangan energi bersih akan berjalan lebih cepat. Namun, langkah-langkah yang lebih kuat masih diperlukan untuk mempertahankan tujuan membatasi pemanasan global hingga 1,5 °C.
“Transisi menuju energi ramah lingkungan sedang terjadi di seluruh dunia dan tidak dapat dihentikan. Ini bukan soal ‘jika’, ini hanya soal ‘seberapa cepat’ – dan lebih cepat lebih baik bagi kita semua,” ungkap Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol.
Ia menambahkan, “Pemerintah, perusahaan, dan investor perlu mendukung transisi ke energi ramah lingkungan, bukan menghalanginya. Ada manfaat besar yang ditawarkan, termasuk peluang industri dan lapangan kerja baru, keamanan energi yang lebih baik, udara yang lebih bersih, akses energi universal, dan iklim yang lebih aman bagi semua orang,”.
Saat ini, permintaan bahan bakar fosil masih terbilang tinggi untuk memenuhi tujuan Perjanjian Paris yang membatasi kenaikan suhu rata-rata global hingga 1,5 °C. Kondisi demikian akan memperburuk dampak iklim setelah satu tahun mengalami suhu panas yang memecahkan rekor. Kondisi demikian juga akan melemahkan aspek keamanan sistem energi, yang dibangun untuk dunia yang lebih dingin.
Usulan IEA
Dalam WEO-2023 disampaikan strategi global untuk menjadikan dunia berada pada jalur yang benar pada tahun 2030. Ada lima pilar utama yang disampaikan yang juga dapat menjadi landasan keberhasilan konferensi perubahan iklim COP28. Kelima pilar tersebut adalah meningkatkan kapasitas energi terbarukan global sebanyak tiga kali lipat, menggandakan tingkat efisiensi energi, memangkas emisi metana dari pengoperasian bahan bakar fosil sebesar 75%. Lalu mekanisme pembiayaan yang inovatif dan berskala besar untuk melipatgandakan investasi energi ramah lingkungan di negara-negara berkembang. Kemudian diambil langkah untuk memastikan penurunan penggunaan bahan bakar fosil secara teratur, termasuk penghentian izin baru terhadap pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Setiap negara perlu menemukan jalurnya masing-masing, namun kerja sama internasional sangat penting untuk mempercepat transisi energi ramah lingkungan,” tandas Fatih Birol.
Menurutnya khusus untuk percepat penurunan emisi akan sangat bergantung pada kemampuan kita membiayai solusi berkelanjutan guna memenuhi permintaan energi yang meningkat dari negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Hal ini menunjukkan pentingnya melipatgandakan kolaborasi dan kerja sama, bukannya menjauh dari hal tersebut.
Pada saat meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, dunia kembali menaruk perhatian pada masalah keamanan energi dan ketika banyak negara masih menghadapi dampak krisis energi global yang terjadi tahun lalu. WEO-2023 mengkaji perkembangan sektor energi dengan melihat ada tantangan pada keamanan pasokan energi.
WEO-2023 menyebutkan salah satu sektor pasar energi global yang terkena dampak paling parah akibat krisis energi global akan mengalami penurunan tekanan dalam beberapa tahun ke depan. Saat ini pasar gas alam didominasi oleh kekhawatiran mengenai keamanan dan lonjakan harga setelah Rusia mengurangi pasokan ke Eropa. Juga keseimbangan pasar masih dalam kondisi genting. Namun lonjakan proyek gas alam cair (LNG) baru yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mulai beroperasi pada tahun 2025 diperkirakan akan menambah lebih dari 250 miliar meter kubik kapasitas baru per tahun pada tahun 2030. Ini setara dengan sekitar 45% dari total pasokan LNG global saat ini.
Peningkatan kapasitas ini akan meredakan kekhawatiran terhadap harga dan pasokan gas. Di sisi lain berisiko menciptakan kelebihan pasokan, mengingat pertumbuhan permintaan gas global telah melambat sejak “zaman keemasan” ekspansi pasar gas pada tahun 2010an. Rusia punya peluang yang sangat terbatas untuk memperluas basis pelanggannya. Porsi gas yang diperdagangkan secara internasional, yang mencapai 30% pada tahun 2021, diperkirakan akan turun hingga setengahnya pada tahun 2030.
Dari sisi negara, WEO-2023 secara khusus memberi catatan terkait Tiongkok. Negara ini punya pengaruh besar terhadap tren energi global. Kondisi saat ini, Tiongkok sedang mengalami perubahan besar seiring dengan perlambatan ekonomi dan perubahan struktural. Diperkirakan total permintaan energi Tiongkok akan mencapai puncaknya pada pertengahan dekade ini. Dengan pertumbuhan dinamis yang berkelanjutan dalam energi ramah lingkungan akan menyebabkan penurunan permintaan bahan bakar fosil dan emisi di negara tersebut.
WEO tahun ini juga melihat potensi pertumbuhan PV surya yang lebih kuat. Energi terbarukan diperkirakan akan menyumbang 80% dari kapasitas pembangkit listrik baru pada tahun 2030. Tenaga surya sendiri menyumbang lebih dari setengah perluasan tersebut. Namun, skenario ini hanya memperhitungkan sebagian kecil dari potensi tenaga surya. Pada akhir dekade ini, dunia diperkirakan akan memiliki kapasitas produksi lebih dari 1.200 gigawatt (GW) panel surya per tahun. Namun diperkirakan hanya akan menggunakan 500 GW pada tahun 2030.
Jika dunia ingin menerapkannya, dari 800 GW kapasitas PV surya baru pada akhir dekade ini sehingga akan menyebabkan pengurangan lebih lanjut sebesar 20% pada pembangkit listrik tenaga batu bara di Tiongkok pada tahun 2030. Dibandingkan dengan skenario berdasarkan pengaturan kebijakan saat ini. Pembangkitan listrik dari batu bara dan gas alam di Amerika Latin, Afrika, Asia Tenggara, dan Timur Tengah akan berkurang seperempatnya.