Washington, TAMBANG – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, mengatakan, permintaan gas di Asia akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi terutama di Cina, India, Korea Selatan, termasuk Indonesia.
Saat menjadi pembicara kunci pada 27th World Gas Conference (WGC) di Walter E. Washington Convention Center, Washington DC, Amerika Serikat (AS), pada 27 Juni waktu setempat, Jonan menjelaskan, untuk kawasan ASEAN diperkirakan pada periode 2017 – 2035, dari kapasitas daya tambahan yang diperkirakan akan mencapai 270 Giga Watt (GW), 49 GW diantaranya akan disuplai dari gas.
“Di Indonesia, gas telah mengambil peran penting, dimana porsi gas dalam bauran energi akan meningkat menjadi 22 persen pada tahun 2025 dan 24 persen pada 2050. Saat ini, sekitar 62 persen gas Indonesia digunakan untuk domestik dengan sektor listrik dan industri sebagai konsumen gas terbesar, selain digunakan sebagai bahan baku dalam industri pupuk, LNG domestik, lifting, gas kota dan transportasi,” ungkap Jonan, dalam keterangan resmi ESDM, Jumat (29/6).
Pada diskusi bertajuk What Next for The Asia Pasific Gas Market tersebut, menanggapi pertanyaan yang diutarakan moderator Nobuo Tanaka, yang juga merupakan Chairman The Sasakawa Peace Foundation dan mantan Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA) terkait prediksi Indonesia menjadi importir gas mulai 2040, Jonan menyatakan bisa jadi hal tersebut benar, tetapi perlu dicatat bahwa Indonesia kini memiliki dua buah proyek gas andalan masa depan.
“Indonesia baru saja sepakat mengembangkan lapangan gas besar di Selat Makassar yaitu Indonesia Deepwater Development (IDD) oleh Chevron dan Blok Masela oleh Inpex dan Shell. Prediksi (IEA) tersebut mungkin belum mempertimbangkan hadirnya dua proyek besar ini,” tutur Jonan.
Proyek IDD Chevron dan pengembangan lapangan Abadi di Blok Masela adalah dua proyek gas raksasa yang masuk dalam proyek strategis nasional. Dari Blok Masela dan proyek laut dalam (IDD) di lapangan Gendalo dan Gehem, Selat Makasar, Indonesia bisa mendapat tambahan pasokan gas yang cukup besar.
Walaupun kebutuhan gas domestik nantinya dapat terpenuhi dari produksi nasional, lebih lanjut Jonan menyampaikan, Pemerintah Indonesia bukanlah pemerintah yang antiimpor gas. “Apabila produsen gas lokal tidak efisien dan memberikan harga yang mahal, maka pemerintah akan membuka keran impor,” pungkas Jonan.
WGC sendiri merupakan event 3 tahunan yang diselenggarakan oleh negara yang memegang tampuk presidensi International Gas Union. Di Washington, acara ini merupakan konferensi ke-27 setelah tiga tahun lalu digelar di Paris, Prancis. WGC dihadiri oleh pemimpin berpengaruh bidang energi, pengusaha dari berbagai negara, maupun anggota senat dan kongres Amerika Serikat.