Jakarta-TAMBANG. Anjloknya harga minyak sejak tahun lalu turut berdampak pada para penyedia barang dan jasa industri migas. Berbagai tantangan dihadapi termasuk terkait fasilitas pendanaan dari bank nasional yang dirasa kurang kompetitif dibandingkan bank asing. Fasilitas ‘cash loan’ misalnya, suku bunganya yang lebih tinggi antara 2%-3% dibandingkan bank asing. Oleh karenanya diperlukan terobosan dari sistem perbankan nasional dalam bentuk skema sinergi komersial untuk menjawab tantangan ini.
Di sisi lain, sejak tahun 2008 semua transaksi migas diwajibkan dilakukan melalui bank BUMN selain itu terdapat dana ASR (Abandonment dan Site Restoration) yang telah terakumulasi di Bank Nasional. Hal ini dipandang sebagai fondasi untuk dapat mewujudkan skema sinergi komersial dimaksud.
Hal ini mengemuka dalam CEO Talk 3 yang diselenggarakan oleh Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IAFMI), dengan tema “Sinergi Perbankan dengan Industri Migas”
Dalam kesempatan ini, Montty Girianna (Deputi Bidang ESDM Kemenko Perkonomian) menjadi Keynote Speaker didampingi Raymond Naldi Ras fuldi (Direktur Business Development TRIPATRA), Adhi Pratama (Group Head Oil-Gas Energy Corporate Banking BRI), dan Oscar Hutagaol (Vice President Divisi Hubungan Lembaga BRI) sebagai pembicara.
Sementara dari industri migas turut hadir SKK Migas dan para profesional yang menjadi pimpinan beragam perusahaan dan KKKS (Kontraktor Kerja Sama),kontraktor EPCI, vendor dan konsultan.
Dalam paparannya, Montty Giriana menyatakan bahwa selain hal di atas, perlu dilihat peluang pengaplikasian skema KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha) yang telah digunakan dalam proyek – proyek infrastruktur seperti pembangkit listrik, jalan tol, dan pelabuhan. Skema ini mengalokasikan risiko antara badan usaha (commercial risk) dan pemerintah (regulatory risk)dengan lebih tepat, sehingga komersialisasi proyek dapat dicapai.
Sementara Raymond N. Rasfuldi menyampaikan usulan terobosan permodalan dari bank seperti pemberian ‘short term bridging financing’ dengan bunga yang kompetitif. Selain itu restitusi VAT yang dipercepat dan pengenaan besaran pajak final PPh yang lebih fleksibel dipandang sebagai peluang untuk dapat membantu ‘cash flow’ kontraktor nasional. Dengan cash flow yang kuat, dana yang ada dapat dialokasikan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pada akhirnya diharapkan kontraktor – kontraktor lokal dapat lebih fokus kepada lini bisnis intinya dan bukan pada biaya – biaya terkait pendanaan proyek.
Kemudian Adhi Pratama menyampaikan bahwa BRI sebagai salah satu bank BUMN yang ditunjuk pemerintah telah melakukan pemberian cash loan dan non cash loan untuk KKKS, kontraktor, dan vendor dalam bentuk pre-financing, post-financing, dan customized financing. Ditambahkan bahwa dana ASR (Abandonement and Site Restoration) yang terkumpul sampai dengan saat ini di BRI adalah sebesar Rp. 3,5 Trilliun. Satu peluang yang disampaikan Oscar Hutagaol adalah jasa konversi mata uang asing ke ke Rupiah dan sebaliknya tanpa biaya untuk semua transaksi migas apabila kedua belah pihak yang bertransaksi mempunyai rekening di BRI.
Dalam CEO Talk ketiga setelah sebelumnya sudah dilaksanakan pada 11 Maret dan 12 November 2015 terangkum beberapa catatan. Catatan penutup ini disampaikan langsung oleh Ketua Umum IAFMI Rudianto Rimbono. Bahwa penerapan skema supply chain financing pada industri retail dan downstreamoleh BRI dipandang layak untuk diperluas penerapannya di industri hulu migas.
Kemudian perlu ditelaah lebih lanjut peluang dan tatacara pemanfaatan dana ASR untuk industri hulu migas. Dan juga dibutuhkan adanya pemahaman yang sama antara pihak Bank dan pelaku usaha migas mengenai resiko migas melalui edukasi manajemen resiko yang meliputi seluruh rantai suplai. Diharapkan dengan pemahaman yang lebih baik maka valuasi resiko pekerjaan proyek migas oleh perbankan lebih tepat sehingga dihasilkan formulasi kerja sama yang lebih menguntungkan para pihak.
Dan terakhir SKK MIGAS dalam waktu dekat akan menerapkan sistem CIVD (Centralized Integrated Vendor Database) untuk memungkinkan para vendor melakukan pemutakhiran dokumen administratif dari waktu ke waktu sehingga ketika hendak mengikuti lelang perusahaan cukup mengirimkan proposal teknis dan commersial saja.