Jakarta,TAMBANG,-Salah satu yang sedang didorong Pemerintah saat ini di industri pertambangan batu bara dalah hilirisasi. Sudah ada beberapa proyek hilirisasi batu bara yang dicanankan. Mulai dari proyek gasifikasi batu bara yang dilaksanakan oleh PTBA dan bermitra dengan Pertamina dan Air Product. Kemudian ada juga proyek hilirisasi batu bara Coal to methanol di Kalimantan Timur yang dilaksanakan PT Kaltim Prima Coal, Itacha dan Air Product.
Semua langkah ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai tambah. Selain itu ada manfaat lain seperti yang disampaikan oleh Asisten Gubernur Bank Indonesia Dwi Pranoto. Bank Indonesia menurut Dwi mendukung kegiatan hilirisasi batu bara lewat proses gasifikasi untuk mengurangi ketergantungan impor bahan bakar. Pada akhirnya akan mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan (CAD).
Ini terkait dengan rencana gasifikasi batu bara untuk menghasilkan Dimethyl Ether yang bisa menjadi substitusi LPG. Langkah ini menurut Dwi sudah sejalan dengan tren transisi energi global sebagai bagian dari upaya merealisasikan salah satu target tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals).
“Gasifikasi akan menjadi alternatif energi masa depan. Sehingga upaya ini bertujuan mengurangi impor bahan bakar, meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi emisi,” katanya, dalam diskusi bertema “Pemanfaatan Hilirisasi Batu bara untuk Pemulihan Ekonomi, pada Rabu (1/9/).
Dwi menegaskan Bank Indonesia sangat mendukung upaya hilirisasi batu bara yang dapat mengurangi ketergantungan impor bahan bakar, sehingga tentunya hilirisasi akan membantu mengurangi CAD.
Tidak hanya itu, kegiatan hilirisasi batu bara juga diharapkan mampu memberikan dampak ganda bagi perekonomian daerah dan membantu mengurangi risiko terimbas dari dinamika harga komoditas global yang cenderung bergerak fluktuatif. “Transformasi energi terbarukan yang telah dilakukan Tiongkok selama satu dekade memang beresiko mempengaruhi kinerja lapangan usaha pertambangan batu bara ke depan, apabila upaya hilirisasi batu bara tidak diakselerasi,” lanjut Dwi.
Selain dapat menghasilkan produk DME, batu bara juga bisa diolah untuk menghasilkan produk ethanol. Kemudian, gasifikasi juga didorong agar mampu mengubah batu bara menjadi metanol. Pasalnya, metanol diproyeksi akan tetap menjadi komoditas penting bagi industri petrokimia ke depan.
“Hal tersebut secara pasti akan membuat kebutuhan metanol meningkat di masa mendatang. Dengan demikan gasifikasi batu bara juga berperan mendorong ketertkaitan industri domestik,” ujarnya.
Dwi menyebutkan, bank sentral akan terus mendukung percepatan energi hijau, melalui kebijakan-kebijakan moneternya. “BI juga saat ini tengah mengembangkan kerangka keuangan hijau untuk dapat mengoptimalkan, sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia,” ucapnya.
Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan hilirisasi batu bara baru mulai mendapat justifikasi hukum dan ketegasan Pemerintah ada di UU No.3 tahun 2020 yang merupakan revisi atas UU No.4 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. Juga dengan kehadiran UU Cipta Kerja.
Hendra menegaskan bahwa pelaku usaha di sektor pertambangan akan mendukung setiap program pemerintah termasuk hilirisasi batu bara. Namun menurutnya yang krusial di sini adalah soal keekonomian.
“Kunci dari pengembangan ini adalah nilai keekonomian. Oleh karenanya yang kita dorong beresama adalah bagaimana proyek proyek tersebut bisa ekonomis. Karena bagi perusahaan batu bara yang bisnis intinya adalah mengolah batu bara sebagai sumber energi. Namun dengan adanya kebijakan hilirisasi maka hal ini punya struktur bisnis yang berbeda, pasar yang baru, harga yang baru pula,”terang Hendra.
Hendra kemudian menyebut beberapa harapan pelaku usaha agar kegitan ini bisa ekonomis. Mulai dari royalty batu bara untuk gasifikasi menjadi 0% yang sudah diakomodir dalam UU Cipta Kerja, formula harga khusus batu bara untuk gasifikasi, masa berlaku IUP sesuai dengan umur keekonomian proyek gasifikasi, PPH Khusus Badan sesuai dengan umur ekonomis proyek gasifikasi batubara.
Kemudian pembebasan PPN jasa pengolahan batubara jadi syngas jadi 0%, Pembebasan PPN EPC kandungan lokal, harga patokan produk gasifikasi seperti harga patokan DME, Pengalihan sebagian subsidi LPG ke DME sesuai porsi LPG yang disubsidi dan kepastian offtaker produk hilirisasi.
“Sebagian sudah diakomodir Pemerintah dan kita masih menungu PP Pengusahan mineral dan batu bara sebagai turunan dari UU Minerba yang baru yang saat ini sedang finalisasi,”tutup Hendra.
Hendra juga menegaskan karena proyek hilirisasi ini jangka panjang maka perlu dijaga konsistensi kebijakan seperti harga juga insentif fiskal dan non fiskal.