Jakarta-TAMBANG. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai rencana penghapusan margin 25% pada penentuan harga batu bara untuk konversi batu bara bisa menambah beban yang dihadapi pelaku usaha pada tahun ini.
Direktur Eksekutif APBI Supriatna Sahala mengatakan, saat ini pelaku usaha tengah dihadapkan pada tantangan yang sulit karena harga batubara yang rendah. Apalagi, ada juga rencana penerapan kenaikan tarif royalti batubara bervariatif pada tahun ini.
Pelaku usaha, kata Supriatna, sebetulnya menyambut baik langkah pemerintah. Hanya saja, lanjutnya, pemerintah harus selektif dalam menerapkan kebijakan itu. “Kalau industri hilir itu tidak sama dengan pemilik tambang maka akan semakin menambah beban bagi pelaku usaha batu bara,” katanya, Rabu kemarin (25/2).
Kebijakan itu lebih baik asalkan pemiliknya sama dengan pemilik tambang maka baguslah kebijakan itu.Pasalnya, pemerintah bisa mendapat pajak dari industri hilir itu. Namun, seharusnya royalti yang dibayarkan lebih sedikit sebagai insentif pelaku usaha.
Seperti diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bakal menghapus margin sebesar 25% agar harga batu bara menjadi lebih rendah sehingga bisa menggenjot pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah batu bara melalui program konversi.
Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R. Sukhyar mengatakan program konversi yang dimaksud misalnya gasifikasi batu bara, upgrading dan gas metana batubara (coal bed methane/CBM).
Ia mengungkapkan kebijakan konversi batubara itu harus berjalan. Untuk itu pihaknya akan meninjau kembali regulasi yang ada. “Tidak bisa dipukul rata antara harga batu bara untuk pembangkit listrik dengan harga batubara utk konversi karen peran batu bara untuk bahan baku bukan lagi sebagai bahan energi,” ujarnya.