Jakarta-TAMBANG. Dalam dua bulan terakhir HBA menunjukkan trend penguatan. Di Bulan April HBA naik menjadi US$52,32 per ton. Harga ini naik 1,36% dari HBA di bulan Maret diangka US$51,62 per ton. Meski ada kenaikan secara berturut-turut namun beberapa pihak menilai kenaikan tersebut belum bisa memastikan bahwa pasar batu bara akan menguat.
GM Eksplorasi Bhakti Coal Waskito Tanuwijoyo dengan melihat kondisi umum pasar batu bara mengatakan belum melihat ada kebangkitan harga batu bara. “Prediksi saya walaupun harga batu bara acuan menguat, itu hanya sesaat saja,”katanya.
Menurutnya dalam jangka panjang harga batu bara akan bergerak sideways dan belum akan menguat secara signifikan. “Kenaikan HBA yang terjadi saat ini kemungkinan hanya karena produksi batu bara yang turun tetapi untuk jangka panjang konsumsi batu bara cenderung turun. Cina yang menjadi konsumen terbesar secara perlahan mulai beralih ke energi bersih,”terang Waskito.
Lebih lanjut menurutnya harapan memang diarahkan ke beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Kamboja. Kemudian negara di Asia Barat seperti Pakistan dan Banglades. “Negara-negara ini sedang membangun banyak pembangkit listrik berbasis batu bara,”katanya.
Sementara Deputi Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan HBA di bulan April menguat karena beberapa diantaranya konsumsi batu bara dalam negeri biasanya meningkat di Bulan Maret dan Bulan April biasanya belanja modal dari beberapa perusahaan tambang mulai dibelanjakan.
“Dari aspek global ada peningkatan konsumsi dari Cina sehingga impor dari Cina mengalami peningkatan,”katanya.
Namun Hendra menilai untuk jangka menengah dan jangka panjang trend penguatan harga belum signifikan karena aspek pasar yang kelebihan pasokan masih menjadi kendala. Idle capacity di Cina masih sangat tinggi demikian juga secara global,”terangnya.