TAMBANG, JAKARTA. HARGA nikel di Bursa Logam London ditutup pada US$ 10.755 per ton, Senin kemarin. Ini merupakan harga tertinggi sejak pertengahan Agustus tahun lalu. Pada Februari 2016, harga nikel di $7.725 per ton.
Harga nikel sangat terpengaruh oleh kebijakan Pemerintah Indonesia, yang melarang ekspor mineral mentah sejak Januari 2014. Ketika itu muncul dugaan harga nikel akan naik melejit, karena kelangkaan pasar. Ternyata tidak. Perusahaan tambang nikel dari Filipina memanfaatkan kekosongan pasar yang ditinggalkan Indonesia.
Saat ini, pembuat nickel pig iron di Cina tergantung sepenuhnya pada pasokan nikel dari Filipina, meski kualitasnya tidak sebagus nikel dari Indonesia.
Musibah bagi produsen Cina datang: Pemerintah Filipina kini juga galak terhadap tambang nikel, sejak naiknya Rodrigo Duterte ke tampuk kekuasaan sebagai presiden. Ia menunjuk aktivis lingkungan, Regina Lopez, sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam. Salah satu tugasnya adalah mengelola pertambangan.
Rodrigo dilantik menjadi presiden akhir Juni lalu. Beberapa kali bekas walikota Davao itu mengecilkan makna perusahaan tambang. Ia berkata, sumbangan perusahaan tambang bagi penerimaan negara hanya US$850 juta, cuma 1% dari produk domestik bruto. Bila perusahaan tambang tutup, tak akan banyak dampaknya bagi APBN.
‘’Filipina akan selamat tanpa kalian,’’ kata Duterte. Yang ia maksud sebagai ‘’kalian’’ adalah perusahaan tambang. ‘’Tak ada jalan lain bagi kalian, ikut aturan pemerintah atau tutup,’’ lanjutnya.
Tahun lalu, investasi di perusahaan tambang Filipina hanya $924 juta, terendah dalam tiga tahun.
Saat ini, Kementerian Sumber Daya Alam Filipina melaksanakan audit terhadap seluruh perusahaan tambang yang beroperasi. Sejak Duterte jadi presiden, enam perusahaan tambang sudah ditutup, tiga di antaranya tambang nikel.
Pemerintah juga akan melarang seluruh tambang terbuka. Moratorium izin tambang baru, yang berlaku sejak 2012, akan diperpanjang.
Perusahaan tambang Filipina merasa pihaknya diperlakukan tidak adil. ‘’Industri tambang hanya menggunakan kurang dari 20.000 hektare, dari total 30 juta hektare lahan yang ada di Filipina,’’ kata Dante Bravo, Direktur Utama Global Ferronickel Holdings Inc, tambang nikel kedua terbesar di Filipina.
‘’Kami sudah menyumbang banyak bagi negara, bagi pemerintah pusat maupun pemerintak lokal. Sewajarnya kami diperlakukan adil,’’ kata Bravo.
Foto : Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Filipina, Regina Lopez.
Sumber foto: mb.com.ph