Jakarta, TAMBANG – Harga minyak turun pada hari Senin (16/1), berkonsolidasi setelah kenaikan kuat minggu lalu menjelang rilis perkiraan permintaan dari OPEC dan IEA serta banjir data ekonomi yang berpotensi berpengaruh pada minggu ini.
Direktur PT Laba Forexindo berjangka, Ibrahim Assuaibi menyebut Organisasi Negara Pengekspor Minyak merilis analisis terbaru pada hari Selasa, diikuti oleh Badan Energi Internasional pada hari Rabu. Menurutnya, harga minyak pada hari ini, Selasa (17/1) diprediksi melemah di rentang US78,10 per barel – US81,74 per barel.
“Dalam perdagangan pasar Eropa, harga minyak dunia di level USD 79,51 per barel pada jam 20.40 wib. Sedangkan dalam perdagangan di hari Selasa harga minyak akan di perdagangkan melemah di rentang USD 78,10 per barel – USD 81,74 per barel,” ujarnya Selasa (17/1).
Ibrahim menyebut laporan bulanan ini dipelajari secara luas untuk analisis mereka tentang perkembangan utama yang mempengaruhi tren pasar minyak dalam permintaan minyak dunia.
“Laporan ini bisa menjadi sangat penting bulan ini mengingat pentingnya pasar menempatkan potensi pemulihan permintaan minyak China setelah importir minyak mentah utama dunia menghapus pembatasan Covid-19 pada akhir 2022 setelah bertahun-tahun melakukan penguncian ketat,” imbuhnya.
Sementara, analis dan komisaris PT Orbi Trade Berjangka, Vandy Cahyadi dalam sebuah catatan menyampaikan bahwa pembukaan pembatasan Covid-19 di China membuat pasar optimisme seputar permintaan China, dalam waktu dekat pasar minyak tetap dipasok dengan cukup baik.
“Kami melihat kenaikan lebih lanjut dari 2Q23 di US87.50 per barel, karena pasar semakin ketat,” kata Vandy.
Beberapa bukti dari pasokan yang melimpah ini berasal dari data yang menunjukkan ekspor minyak Iran mencapai level tertinggi baru dalam dua bulan terakhir tahun 2022 meskipun ada sanksi AS atas pengiriman yang lebih tinggi ke China dan Venezuela.
Konsultan energi SVB International mengatakan ekspor minyak mentah Iran pada Desember rata-rata 1,137 juta barel per hari, naik 42.000 barel per hari dari November dan angka tertinggi 2022 yang dilaporkan SVB berdasarkan perkiraan yang diberikan sebelumnya.
Namun, pasokan dapat dipengaruhi oleh berita bahwa Turki menutup Selat Bosphorus yang vital untuk pengiriman Senin pagi setelah sebuah kapal terjepit di tepi jalur air yang menghubungkan Laut Hitam ke pasar global. Insiden seperti itu di Bosphorus biasanya diselesaikan dalam beberapa jam, tetapi masalah yang berkepanjangan dapat mencegah kapal tanker minyak yang berlayar dari Rusia melewati selat tersebut.
Menurut Ibrahim, faktor lain yang membantu kenaikan harga minyak mentah adalah tanda-tanda inflasi telah memuncak, terutama di AS, yang berpotensi menyebabkan Federal Reserve mengekang kebijakan pengetatan agresifnya, sehingga merugikan dolar AS.
“Greenback yang lebih lemah membuat komoditas, termasuk minyak, yang didenominasi dalam dolar, lebih murah untuk dibeli oleh pembeli asing,” ujar Ibrahim.
Rilis data utama minggu ini adalah penjualan ritel AS, pada hari Rabu. Mereka membukukan penurunan terbesar dalam 11 bulan di bulan November dan penurunan serupa di bulan Desember akan menambah ekspektasi bahwa Fed akan mendinginkan kenaikan suku bunga yang besar untuk menghindari lebih banyak kerusakan pada ekonomi dan dengan demikian permintaan minyak mentah dari konsumen terbesar di dunia.