Jakarta, TAMBANG – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan mengoptimalkan kinerja sektor hulu di tahun ini seiring dengan harga migas di pasar internasional yang terus mengalami kenaikan.
Untuk mendukung capaian tersebut, SKK Migas menyelenggarakan CEO Forum yang dilaksanakan pada Rabu (16/3). Acara yang mengusung tema ‘Boosting Investment Towards Achieving Long Term Planning’ tersebut dihadiri oleh para CEO/pimpinan tertinggi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), baik eksplorasi maupun eksploitasi.
“CEO Forum kali ini dilakukan di awal tahun, untuk menyikapi dinamika perkembangan Industri Migas terkini. Utamanya terkait kenaikan harga Minyak Dunia akibat kondisi suplai global yang telah lama underinvestment tidak dapat memenuhi demand yang membaik dikarenakan perbaikan kondisi pandemi Covid,” kata Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto dalam acara tersebut.
Menurut Dwi, kondisi geopolitik antara Rusia dan Ukraina juga mengganggu suplai, sehingga harga minyak dunia sempat menembus angka USD 125 per barrel, harga minyak tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Meskipun hari ini berada kembali di bawah USD 100 per barel, Dwi menjelaskan bahwa harga akan terus berfluktuasi, namun pada tingkat yang tinggi.
“Kencederungan penguatan harga minyak bumi dan juga berlaku untuk harga gas global. Hingga tahun 2025, harga gas diprediksi akan cukup tinggi akibat minimnya proyek LNG yang financial investment decision (FID) di periode 2015-2018, serta keterlambatan konstruksi proyek akibat pandemi Covid-19,” ungkapnya.
Dwi menjelaskan, setelah tahun 2025, pasokan gas diperkirakan mulai meningkat dari proyek yang FID di tahun 2019, namun tetap masih di bawah pertumbuhan demand jangka panjang sehingga harga diprediksi akan kembali meningkat.
Lebih lanjut, Dwi mengatakan bahwa indusri hulu migas harus dapat mengambil momentum harga, dengan segera mengambil langkah-langkah untuk mempercepat dan meningkatkan pelaksanaan program kerja tahun 2022 pada khususnya dan investasi di hulu migas pada umumnya.
Dwi kemudian menegaskan bahwa migas akan terus berperan dan dibutuhkan dalam pembangunan, terlebih dengan tingginya harga minyak dunia memberikan kontribusi yang optimal bagi penerimaan negara. Tahun 2021, penerimaan negara dari hulu migas mencapai USD 13,67 miliar atau setara Rp 206 triliun dan mencapai 188,8% dari target APBN 2021 yang sebesar USD 7,28 miliar.
“Namun demikian, perlu juga diketahui bahwa kondisi capaian produksi dan lifting tahun 2021, masih dibawah dari target yg ditetapkan dalam APBN 2021 dan Long Term Plan (LTP) Industri Hulu Migas, sehingga perlu adanya program recovery plan. Karena itu, tahun 2022 akan menjadi kunci agar target LTP tetap on the right track”, imbuh Dwi.
“Jika kita bisa mencapai target 2022 yang ditetapkan tinggi, maka akan menjadi pondasi yang kuat bagi upaya untuk menutup GAP yang ada, sehingga target 2030 yaitu produksi minyak 1 juta barel dan gas 12 BSCFD akan tetap bisa direalisasikan. Karena itu CEO Forum ini menjadi sangat penting. Kita berharap untuk sama-sama terbuka, lebih informatif dan tidak kaku, untuk betul-betul mengangkat permasalahan, apa yang bisa dilakukan oleh SKK Migas dan dukungan Pemerintah”, kata Dwi.
Dwi berharap, CEO Forum 2022 dapat menjadi enabler kolaborasi yang intens antara Kementerian ESDM, SKK Migas dan investor untuk meningkatkan investasi dan aktivitas di hulu migas di Indonesia. Even ini menjadi ajang untuk mendiskusikan langkah-langkah mencapai target produksi dan lifting jangka pendek dan jangka panjang dalam menyikapi kenaikan harga minyak dan dinamika global.
Peran Penting Migas dalam Transisi Energi
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Arifin Tasrif menyampaikan bahwa tantangan industri hulu migas akan semakin meningkat. Pemerintah telah menyampaikan komitmen dan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak untuk tahun 2060 agar bisa mewujudkan nett zero emission dengan sepenuhnya menggunakan energi baru dan tebarukan (EBT) sebagai sumber energi. Peran gas bumi menjadi krusial dalam masa transisi dan harus bisa dioptimalkan.
Lebih lanjut Arifin menyampaikan Pemerintah telah menetapkan target lifting tinggi di 2022 dan mempunyai tantangan yang harus dilewati agar target 2030 bisa dicapai. Maka dalam forum ini bagaimana kita bisa mencari langkah dan upaya untuk meningkatkan lifting agar target 2022 bisa dicapai.
“Pemerintah telah menetapkan target lifting 2022 untuk minyak sebesar 703 ribu BOPD dan lifting gas 5.800 MMSCFD. Untuk mencapai target ini tidak bisa dengan cara-cara biasa. Kita harus melakukan upaya extra ordinary dengan melakukan eksplorasi yang masif, menerapkan teknologi, meningkatkan investasi dan memberikan dukungan fiskal”, kata Arifin.
Menurut dia, kenaikan harga migas memberikan windfall profit bagi Pemerintah dan KKKS. Namun pada sisi lain, meningkatnya beban keuangan negara karena meningkatnya subsidi energi dan listrik. Pencapaian target lifting 2022 tentu akan memberikan dukungan positif bagi negara, tidak hanya terkait penerimaan negara, tetapi juga menjaga defisit minyak tidak semakin melebar.
Arifin menambahkan bahwa meningkatnya harga minyak dunia, tidak serta merta meningkatkan investasi hulu migas, karena secara bersamaan ada peningkatan investasi di sektor EBT. Peningkatan produksi migas 2030 tanpa investasi mustahil bisa dicapai, serta perlu melakukan terobosan dalam ekplorasi maupun term and condition yang menarik..
“Saat ini Pemerintah bersama DPR sedang membahas RUU Migas. Kami mengharapkan masukan konkrit, apa saja di RUU Migas yang perlu diatur untuk meningkatkan gairah investasi. Selain itu, saya mengingatkan bahwa resiko tinggi di hulu migas untuk meminimalkannya agar KKKS mengedepankan efisiensi sehingga dapat mendorong harga gas di end user lebih kompetitif”, pungkas Arifin.