Beranda ENERGI Migas Hadapi Defisit Neraca Dagang Migas, Ini Langkah dan Strategi BPH Migas

Hadapi Defisit Neraca Dagang Migas, Ini Langkah dan Strategi BPH Migas

(ka-Ki) Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa, Direktur Hilir Ditjen Migas KESDM Harya Adityawrman, Sekretaris SKK Migas Arief Handoko, saat konferensi pers di Kantor BPH Migas, Jakarta, Selasa (6/2)

Jakarta, TAMBANG – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah memetakan strategi dan langkah prioritas yang akan diambil guna menghadapi tantangan defisit neraca dagang migas di tahun depan. Upaya ini akan dijadikan bagian upaya mempekuat kebijakan hilir migas agar semakin tepat sasaran.

 

Kepala BPH Migas Fansurullah Asa mengungkapkan strategi dan langkah prioritas yang dilakukan BPH Migas dengan meningkatkan pembangunan jaringan gas (Jargas). Dengan demikian akan mendorong pemanfaatan gas domestik sekaligus memangkas impor gas Liquified Petroleum Gas (LPG). Pembangunan jargas ini juga dinilai lebih murah.

 

“BPH Migas siap mengawal (pembangunan) jargas untuk membantu supaya (pemanfaatan) gas lebih mandiri. Ya mungkin sampai 10 juta jargas dan membantu mengurangi impor serta BPH Migas siap selalu memberikan harga yang kompetitif,” kata Fansurullah dalam keterangan resmi, Jumat (22/11).

 

Berdasarkan catatan BPH, besarnya impor gas LPG selama inimencapai Rp85 triliun dalam setahun. Dengan rincian Rp35 triliun dari Pertamina dan Rp50 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

Total dalam lima tahun mencapai Rp426 triliun hanya untuk impor LPG. Oleh karena itu, Menurut Fanshurullah pemerintah perlu menyusun strategi untuk memanfaatkan gas untuk keperluan domestik.

 

“Kalau ini bisa kita hemat, nggak perlu impor LPG, kita pake jargas (karena) gasnya memang banyak, defisit neraca migas akan mengecil,” tegas Fansurullah.

 

Hingga akhir tahun 2019, diharapkan dapat terbangun jargas 404.139 sambungan rumah (SR). Melalui pembiayaan APBN, jargas dibangun di 18 lokasi yaitu Kabupaten Aceh Utara, Kota Dumai, Kota Jambi, Kota Palembang, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Mojokerto, Kota Mojokerto, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kabupaten Wajo dan Kabupaten Banggai.

 

Perencanaan pembangunan program serupa juga dicanangkan oleh Pemerintah pada tahun 2020 nanti sebanyak 293.533 SR di 16 provinsi, antara lain Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tengah serta Sulawesi Selatan.

 

Kemudian strategi dan langkah prioritas selanjutnya yang juga dilakukan BPH Migas dengan segera menyelesaikan lelang 294 Wilayah Jaringan Distribusi (WJD) gas. Hal ini merupakan amanat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

 

Saat ini, terdapat 294 WJD dari 21 badan usaha yang akan dilelang setelah revisi Rencana Induk Jaringan Gas Bumi Nasional (RIJGBN) diselesaikan. Kehadiran program WJD akan memotong biaya investasi infrastruktur dari anggaran negara karena sepenuhnya akan ditanggung oleh perusahaan yang mengajukan usulan WJD.

 

“Kita segera menyelesain lelang WJD ini,” lanjut Fansurullah.

 

Nantinya, setelah badan usaha memiliki hak khusus WJD akan diberikan hak Wilayah Niaga Tertentu (WNT) selama 30 tahun yang wilayahnya sama dengan wilayah distribusinya. Serta alokasi gas sesuai perencanaan yang diusulkan dalam dokumen lelang dan ketersediaan pasokan gas bumi.

 

“Kita minta nantinya pemegang WJD tidak memakai solar lagi tapi gas bumi,” tegas Fansurullah.

 

Selanjutnya, Fansrullah mengungkapkan BPH akan mengoptimalkan penggunaan transportasi berbahan bakar gas bumi di Indonesia. Sesuai perhitungan BPH Migas, harga Liquefied Natural Gas (LNG) untuk kendaraan bermotor berada di kisaran Rp6.000.

 

“Kalau ini menjadi kebijakan nasional akan luar biasa,” jelasnya.

 

Fansurullah pun tidak khawatir mengenai kesiapan teknologi tranportasi berbahan bakar LNG karena sebagian negara juga sudah menerapkan hal tersebut, seperti India dan China yang sudah memiliki truk LNG. “Gak perlu diregisifikasi lagi,” kata Fansurullah.

 

Jika semua langkah ini berjalan dengan baik, tutup Fansurullah, secara perlahan membantu mengatasi defisit neraca dagang gas. “Ini akan memiliki nilai tambah dalam mengatasi neraca dagang gas,” Fansurullah meyakini.