Jakarta, TAMBANG – PT Gema Kreasi Perdana (GKP) merespon putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penambangan di pulau kecil. Perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara itu, menanggapi putusan MK bernomor 35/PUU-XXI/2023.
Menurut Manager Strategic Communication PT GKP, Alexander Lieman, substansi putusan tersebut diyakini menegaskan bahwa penambangan di wilayah pesisir dan pulau kecil diperbolehkan selama tidak melanggar ketentuan yang berlaku, terutama soal pengelolaan lingkungan dan sosial.
“Sebenarnya yang ditolak itu permohonan uji materiil yang terkait dengan interpretasi. Namun, dari hasil pertimbangan Majelis Hakim MK, bahwa sudah sangat jelas kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil diperbolehkan sepanjang tidak melanggar rambu-rambu,” tegasnya saat dijumpai TAMBANG, Jumat (22/3).
Alex menjelaskan, pihaknya akan terus berkomitmen untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menerapkan operasional tambang yang bertanggung jawab. Komitmen tersebut bukan hanya akan dijalankan oleh manajemen PT GKP, melainkan juga diimbau untuk masyarakat lingkar tambang.
“Kami dari seluruh jajaran PT GKP terus berkomitmen mematuhi peraturan dan bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, saya menghimbau kepada seluruh masyarakat lingkar tambang dan karyawan untuk terus menjunjung tinggi syarat-syarat agar pembangunan berkelanjutan di Pulau Wawonii bisa kita jalankan,” bebernya.
Adapun PT GKP merupakan satu-satunya perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Pulau Wawonii. Sementara Pulau Wawonii dikategorikan sebagai salah satu pulau kecil di wilayah perairan Sulawesi.
Sebelumnya, PT GKP mengajukan permohonan uji materiil (judicial review) ke MK sebagai respon atas hasil putusan Mahkamah Agung (MA), yang dianggap menimbulkan kerugian bagi PT GKP.
Pada Desember 2022, MA mengeluarkan putusan bahwa larangan aktivitas pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bersifat absolut, yang merupakan kandungan dari pasal 23 ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2014 dan pasal 35 k UU Nomor 27 Tahun 2007.
Putusan MA terkait UU tersebut dianggap oleh PT GKP bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 dan 28I ayat 2 Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945. Sehingga, PT GKP mengajukan judicial review.
Sedangkan MK melalui putusannya, menilai bahwa UU tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, MK menolak gugatan yang dilayangkan oleh PT GKP.
“Mahkamah berpendapat ketentuan pasal 23 ayat 2 UU 1/2014 dan pasal 35 huruf k UU 27/2007 telah ternyata tidak bertentangan dengan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang diskriminatif yang diatur dalam UUD 1945,” ungkap Majelis Hakim dikutip dari putusan 35/PUU-XXI/2023.
Namun demikian, dalam pertimbangan amar putusan MK, Majelis Hakim menilai ketentuan dalam UU 1/2014 dan UU 27/2007 bermakna sebagai larangan penambangan di pulau kecil yang tidak bersifat absolut.
“Yang mana seharusnya dapat dimaknai diperbolehkan sepanjang memenuhi syarat-syarat wajib” jelas Majelis Hakim.
Selain itu, putusan MK juga menegaskan bahwa pulau-pulau kecil memang memiliki potensi sumber daya alam yang tinggi, baik sumber daya hayati maupun nonhayati yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.
ketentuan dalam UU 1/2014 dan UU 27/2007 menegaskah bahwa pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan secara industri, pertanian organik, peternakan, dan/atau pertahanan dan keamanan negara.
Menurut para Hakim MK, penggunaan kata “diprioritaskan” untuk menjelaskan fungsi-fungsi utama pulau-pulau kecil itu, mengandung arti diutamakan dan didahulukan dari yang lain. Adapun kepentingan lain selain tujuan prioritas, termasuk pertambangan, dimungkinkan untuk dilakukan selama tidak merusak lingkungan.
“Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya masih dimungkinkan untuk dilakukan kepentingan lain selain dari kepentingan yang diprioritaskan sepanjang tidak mengancam kelestarian lingkungan. Sebab, kepentingan tersebut wajib memenuhi persyaratan secara kumulatif,” tegas Majelis Hakim.