Jakarta, TAMBANG – Indonesian Petroleum Association (IPA) kembali melaksanakan pameran dan konvensi secara langsung pada 21-23 September di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta.
Acara ini juga menjadi ajang pertemuan pemangku kepentingan di industri hulu migas setelah sebelumnya dilakukan secara virtual untuk menyoroti isu-isu terkini, terutama soal tantangannya ke depan.
Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA), Irtiza H Sayyed dalam sambutannya menyebut, industri migas Indonesia saat ini tengah menghadapi dua tantangan, yaitu pemenuhan kebutuhan energi nasional dan pengurangan dampak emisi karbon.
Menurutnya, untuk menghadapi dua tantangan energi tersebut, dibutuhkan solusi multi dimensi.
“Melihat situasi ini, tantangan energi Indonesia membutuh kansolusi multi-dimensi. Percepatan transisi energi Indonesia membutuhkan upaya bersama,” kata Irtiza, Rabu (21/9).
Menurut Irtiza, dalam 10-20 tahun ke depan, industri hulu migas perlu mengembangkan dan menggali potensi migas Indonesia mengingat tingginya kebutuhan energi yang ada.
“Upaya ini akan memenuhi dua kebutuhan sekaligus, yaitu meningkatkan penerimaan negara dan memenuhi kebutuhan energi untuk pertumbuhan Indonesia,” ujarnya.
Selain mendorong peningkatan produksi migas, lanjut dia, industri migas saat ini juga tengah fokus untuk menurunkan emisi karbon. Dalam kegiatan operasional dan produksinya, perusahaan migas terus mengembangkan berbagai teknologi yang dapat mengurangi emisi karbon dan menghasilkan energi yang lebih bersih.
Salah satu teknologi yang paling menjanjikan untuk mencapai emisi yang lebih rendah adalah Carbon Capture and Storage (CCS). Penerapan teknologi rendah karbon ini bertujuan untuk mengurangi emisi guna mencapai emisi nol netto pada 2050 atau lebih cepat. Namun, dukungan kebijakan diperlukan untuk mendorong investasi.
“Dalam kasus teknologi seperti CCS, investasi yang dibutuhkan sangat besar, dan penerapan pada skala industri merupakan komitmen jangka panjang. Untuk meyakinkan bisnis jangka panjang terhadap investasi semacam itu, para pemangku kepentingan berharap bahwa kebijakan pemerintah akan mendukung teknologi yang mereka bantu besarkan,” ujarnya.
Irtiza menambahkan, transisi ke energi berkelanjutan memerlukan kerja sama yang erat antar pemangku kepentingan, baik dari pelaku industri dan juga pemerintah.
“Kita memainkan peran yang menentukan dalam mendukung transisi energi sambil memenuhi permintaan energi yang tengah melonjak, Selain itu, dibutuhkan upaya yang luar biasa dan kolektif untuk mencapai energi yang berkelanjutan dan andal. Jadi, mari bersama-sama menyusun skenario untuk masa depan yang lebih rendah karbon,” ujar dia.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia menggarisbawahi pentingnya mengatasi tantangan perubahan iklim dan transisi energi menuju Net Zero Emission pada 2060.
Namun demikian, peran minyak dan gas bumi dalam transisi energi sangat penting karena bahan bakar fosil masih memegang peranan penting dalam tuntutan pemenuhan energi nasional. “Untuk itu diperlukan proses transisi yang terukur dan harus mengelola sistem energi untuk disesuaikan,” kata dia.