Jakarta-TAMBANG. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) bersama badan pengawas nuklir dari Rusia, Rosatom, menandatangani nota kesepahaman untuk pengembangan isotop yang akan digunakan pada sektor medis. Kerjasama itu akan berlangsung selama lima tahun.
“Ada pembagian kerja. Sebagian dikerjakan oleh Rosatom, sebagian lagi Batan,” jelas Direktur Pengembangan reaktor serba Guna Batan, Bambang Herutomo.
Dengan adanya kerjasama tersebut bisa memberikan kepastian bagi Batan untuk memenuhi kebutuhan isotop bagi reaktornya. Sebelumnya di era 80-an, jelas Bambang, Batan melakukan kerjasama dengan perusahaan lokal yang memanfaatkan teknologi dari Jerman.
Selain Batan, dalam kerjasama tersebut Rosatom juga menggandeng Universitas Indonesia (UI) pada riset teknologi nuklir. Nota kerjasama ditandatangani Rektor UI Mohammad Anis dan Presiden RMS PI AA Merten, salah satu unit usaha Rosatom.
“Ada banyak riset yang dapat kita lakukan secara bersama-sama. UI sudah komitmen sebagai Green Campus. Kampus yang ramah lingkungan, waste management,” kata Anis.
Menurut dia, nuklir sudah semestinya disosialisasikan secara luas kepada seluruh elemen masyarakat. Bahwa pengembangannya bukan hanya untuk energi, tetapi di banyak sektor lain seperti medis.
Memorandum tersebut bertujuan menciptakan kondisi yang diperlukan untuk menghidupkan kembali dialog di dalam bola ilmu nuklir dan pendidikan antara Rusia dan Indonesia. Kedua pihak berkomitmen mengembangkan kemitraan antara lain dalam lembaga pendidikan, penelitian dan pengembangan nuklir.
Bambang berharap, kerjasama itu bisa memberikan kesadaran penduduk Indonesia tentang teknologi damai nuklir dan potensi untuk pembangunan berkelanjutan, sebagai salah satu kunci arah kerja sama.