Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan sejumlah tantangan yang akan dihadapi komoditas batu bara pasca ditetapkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Dalam Perpres tersebut diputuskan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang baru tidak lagi dikembangkan atau dioperasikan.
“Dengan turunnya Perpres 112/2022, rencana pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) itu supaya dipercepat dan ada rencana untuk mempensiunkan PLTU yang sudah memenuhi keekonomiannya,” ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif dalam keterangan resmi, Selasa (20/9).
Lebih lanjut, Irwandy menjelaskan bahwa mempensiunkan PLTU juga harus disesuaikan dengan supply dan demand kebutuhan nasional, sehingga tidak mengganggu stabilitas kelistrikan nasional.
“Ada pula (PLTU) yang dikecualikan untuk dipensiunkan, yaitu PLTU yang sudah ada di dalam RUPTL sebelum berlakunya Perpres ini, kemudian PLTU yang sudah terintegrasi dan akan memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam,” ujarnya.
Kemudian PLTU lain yang masih diperbolehkan, jelas Irwandy, adalah PLTU yang mempunyai rencana pengurangan C02 sebesar 35% dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin mengungkapkan dalam transisi energi juga harus memperhatikan realita bahwa batu bara saat ini masih menjadi pemasok energi paling besar.
“Transisi Energi harus diatur yaitu, dengan berkeadilan, artinya bagi kita memang memiliki batubara jadi masih bisa menggunakan apa yang kita punya dan juga berkelanjutan, jangan sampai nanti tertekan sehingga tidak maksimal pemanfaatannya,” jelasnya.
Menurut Ridwan, pemanfaatan batu bara dalam transisi energi itu melalui pengembangan teknologi, sehingga bisa menjadi lebih bersih dan dapat menekan emisi yang timbul dari batu bara.
“Kalau pembangkit kan sudah ada yang ultra supercritical, kemudian dengan teknologi co-firing yang memanfaatkan biomassa,” imbuh Ridwan.
Selain bahan baku untuk listrik, tambah Ridwan, batu bara juga dapat dipergunakan untuk produk turunan yang lain, yaitu sebagai carbon aktif, dimethyl ether (DME), gasifikasi ke methanol, briket, dan lainnya.
“Saya kira arahnya ke sana (pemanfaatan turunan batu bara-red). Namun, yang penting sekarang selain penguasaan teknologi itu adalah rangka waktunya, kita perlu waktu untuk menyesuaikan cita-cita ideal yang diinginkan global,” tutupnya.
ESDM Paparkan Sejumlah Tantangan Batu Bara di Era Transisi Energi
Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan sejumlah tantangan yang akan dihadapi komoditas batu bara pasca ditetapkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Dalam Perpres tersebut diputuskan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang baru tidak lagi dikembangkan atau dioperasikan.
“Dengan turunnya Perpres 112/2022, rencana pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) itu supaya dipercepat dan ada rencana untuk mempensiunkan PLTU yang sudah memenuhi keekonomiannya,” ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, Irwandy Arif dalam keterangan resmi, Selasa (20/9).
Lebih lanjut, Irwandy menjelaskan bahwa mempensiunkan PLTU juga harus disesuaikan dengan supply dan demand kebutuhan nasional, sehingga tidak mengganggu stabilitas kelistrikan nasional.
“Ada pula (PLTU) yang dikecualikan untuk dipensiunkan, yaitu PLTU yang sudah ada di dalam RUPTL sebelum berlakunya Perpres ini, kemudian PLTU yang sudah terintegrasi dan akan memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam,” ujarnya.
Kemudian PLTU lain yang masih diperbolehkan, jelas Irwandy, adalah PLTU yang mempunyai rencana pengurangan C02 sebesar 35% dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin mengungkapkan dalam transisi energi juga harus memperhatikan realita bahwa batu bara saat ini masih menjadi pemasok energi paling besar.
“Transisi Energi harus diatur yaitu, dengan berkeadilan, artinya bagi kita memang memiliki batubara jadi masih bisa menggunakan apa yang kita punya dan juga berkelanjutan, jangan sampai nanti tertekan sehingga tidak maksimal pemanfaatannya,” jelasnya.
Menurut Ridwan, pemanfaatan batu bara dalam transisi energi itu melalui pengembangan teknologi, sehingga bisa menjadi lebih bersih dan dapat menekan emisi yang timbul dari batu bara.
“Kalau pembangkit kan sudah ada yang ultra supercritical, kemudian dengan teknologi co-firing yang memanfaatkan biomassa,” imbuh Ridwan.
Selain bahan baku untuk listrik, tambah Ridwan, batu bara juga dapat dipergunakan untuk produk turunan yang lain, yaitu sebagai carbon aktif, dimethyl ether (DME), gasifikasi ke methanol, briket, dan lainnya.
“Saya kira arahnya ke sana (pemanfaatan turunan batu bara-red). Namun, yang penting sekarang selain penguasaan teknologi itu adalah rangka waktunya, kita perlu waktu untuk menyesuaikan cita-cita ideal yang diinginkan global,” tutupnya.