Jakarta, TAMBANG – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lewat forum Extractive Industry Transparency Initiative (EITI) mendukung transparansi industri ekstraktif perusahaan pertambangan melalui publikasi environmental, social and governance (ESG).
Hal ini dilakukan agar pelaku usaha bisa mempertanggungjawabkan komitmennya baik terhadap tata kelola, lingkungan maupun masyarakat sekitar tambang.
“Sebenarnya kita sudah mendapatkan amanah yang luar biasa di konstitusi kita. Di UUD pasal 33, kita diarahkan untuk mengelola sumber daya alam secara governance, secara baik untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” kata Ketua Forum Multi Stakeholder Group EITI, Agus Cahyono kemarin (12/9).
Kata Agus, prinsip tersebut harus dipegang teguh para pelaku usaha lantaran sumber daya alam yang dikelola saat ini tidak hanya milik kelompok tertentu, tapi juga milik generasi masa depan. “Kita mempertahankan industri ekstraktif, sumber daya ini bisa lebih bermanfaat” imbuhnya.
Lebih jauh, Kepala Data Pusat dan Teknologi Informasi Kementerian ESDM ini menyebut bahwa transparansi di bidang tata kelola pertambangan sudah dilakukan pemerintah dengan menertibkan ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang menganggur.
“Kemarin setelah ada izin dievaluasi masih banyak yang tidak komplit. Ada 2.078 yang diputus izinnya. Ini merupakan satu langkah untuk bisa meningkatkan pengelolaan sumber daya alam yang lebih governance,” beber Agus.
“Ini aspek-aspek yang telah diangkat di situ mengenai perizinan, kita dengan segala pro kontra, kita telah memangkas prosedur birokrasi perizinan yang luar biasa. Kita terus memperbaiki governance perizinan,” tambahnya.
Sementara di bidang sosial dan lingkungan, EITI menekankan agar tiap pelaku usaha dapat melaporkan segala aktivitas yang berhubungan dengan kedua aspek tersebut secara terbuka. Hal ini sesuai dengan aturan yang berlaku baik di Undang-Undang (UU) Migas maupun Minerba.
“Terkait aspek sosial dan lingkungan standar dari EITI, mensyaratkan tentang adanya keterbukaan belanja sosial dan lingkungan yang dikeluarkan oleh perusahaan pertambangan. Di sini untuk bisa mempertanggungjawabkan di UU Migas, Minerba, dan UU yang lain. Salah satunya mensyaratkan bagaimana perusahaan untuk turut serta melindungi, mengembangkan wilayah sekitar pertambangan,” tegasnya.
Di sisi lain, EITI juga, lanjut Agus, mendorong perusahaan pertambangan untuk melakukan segala usaha agar bisa menekan emisi karbon. Ini dilakukan demi mendukung komitmen pemerintah dalam percepatan transisi energi dan pencapaian net zero emission yang ditargetkan tahun 2060.
“Dan yang lagi rame adalah bagaimana kita mempertahankan agar suhu bumi tidak meningkat terlalu tinggi sampai sau setengah derajat agar tidak terjadi potensi global warming. Ini kita sedang menuju era net zero emission, karbon netral,” tandasnya.