Jakarta-TAMBANG. Salah satu perusahaan energi dinia ENGIE telah menandatangani perjanjian kemitran dengan Electric Vine Industries (EVI). Untuk diketahui EVI merupakan pengembang jaringan mikro swasta yang berkomitmen untuk menyediakan akses energi berkelanjutan dan meningkatkan peluang menghasilkan pendapatan kepada rumah tangga yang tidak dialiri listrik di seluruh Asia Tenggara.
Kolaborasi ini bertujuan mengembangkan, mendanai, membangun, mengoperasikan dan mengelola jaringan mikro fotovoltaik cerdas guna melayani sekitar 2.5 juta penduduk di seluruh Propinsi Papua dengan menyediakan listrik terbarukan selama 24 jam per-hari 7 hari seminggu untuk 3.000 desa selama periode 20 tahun.
Guna memudahkan pengguna layanan, pembayaran dapat dilakukan melalui telepon genggam. Total investasi untuk proyek ini diperkirakan mencapai US$240 juta selama lima tahun ke depan.
Didier Holleaux, Wakil Presiden Eksekutif ENGIE Group mengatakan proyek ini sudah sesuai dengan strategi dan visi ENGIE Group. “Kami ingin menjadi pelopor di dunia energi baru melalui upaya inovasi bersama dan kemitraan, merancang dan mengembangkan model energi baru yang telah terdekarbonisasi, ter-digitalisasi, dan ter-desentralisasi guna meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat serta mendukung peluang pertumbuhan bagi bisnis dan komunitas sekitar” terang Didier.
Lebih lanjut Didier mengakui kemitraan ini merupakan langkah yang sangat besar untuk EVI, khususnya terkait upaya kami dalam menyediakan listrik bagi daerah-daerah terpencil di Indonesia.
“Saat ini kami didukung oleh ENGIE, yang merupakan produsen listrik independen terbesar di dunia, kami sangat antusias dengan dukungan tersebut khususnya terkait mewujudkan proyek ini,” ungkap Bryse Gaboury, Co-Founder dan CEO Electric Vine Industries.
Saat ini EVI telah mengoperasikan jaringan mikro percontohan sejak Maret 2015 di Papua dan berhasil menyediakan listrik untuk 24 jam per hari selama 7 hari seminggu kepada 250 orang masyarakat sekitar sejak dua tahun terakhir.
Hal ini merupakan peningkatan signifikan dibandingkan periode sebelumnya dimana ketersediaan listrik hanya selama tiga jam per-malam. Dengan terpenuhinya kebutuhan listrik, bukan saja hanya mendukung kebutuhan dasar yang diperlukan masyarakat desa, namun juga memberikan peluang baru untuk mendapatkan penghasilan.
Ini diakui oleh masyarakat penerima manfaat. “Dulu kami hidup dalam kegelapan, tapi dengan jaringan mikro tenaga surya ini kini kami dapat menikmati semua energi yang kami butuhkan. Melalui listrik dari EVI, saat ini kita bisa menggunakan kulkas sebagai mata pencaharian, khususnya dengan menjual es batu dan es krim”kisah Fredrik Felle.
Untuk diketahui proyek ini merupakan bagian dari dukungan perusahaan dalam mewujudkan target pemerintah untuk memenuhi 100% elektrifikasi di seluruh Indonesia pada tahun 2020. Proyek ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah terkait, dimana pelaksanaan proyek diatur oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 38 Tahun 2016 tentang Percepatan Elektrifikasi di Pedesaan Belum Berkembang, Terpencil, Perbatasan dan Pulau Kecil Berpenduduk melalui Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil.
Saat ini, Papua memiliki rasio elektrifikasi terendah bila dibandingkan dengan propinsi lain di Indonesia. Proyek kemitraan ini menujukkan komitmen ENGIE dalam berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia melalui akses energi berkelanjutan dan elektrifikasi pedesaan. Saat ini ENGIE juga telah memulai pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi suhu tinggi di Muara Laboh, yang merupakan proyek terbarukan ENGIE Group pertama di Indonesia dan juga pertama di dunia.