Jakarta – TAMBANG. Sepanjang Februari 2015, volume ekspor CPO dan turunanannya asal Indonesia turun 1% atau dari 1,8 juta ton di Januari menjadi 1,79 juta ton pada Februari. Sedangkan secara year-on-year volume ekspor Januari-Februari 2015 masih menujukkan peningkatan 13% dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014.
“Volume ekspor masih menunjukkan pertumbuhan akan tetapi harga terus melorot. Pada Februari 2014 harga rata-rata bulanan CPO global adalah US$ 903.4 per metrik ton, sedangkan pada Februari 2015 harga rata-rata CPO melorot menjadi US$ 678.5. Artinya harga tahun ini telah tergerus 20% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu,” ujar Direktur Eksekutif GAPKI, Fadhil Hasan dalam keterangan resminya (18/3).
Jatuhnya harga kedelai menyeret harga minyak rapeseed dan bunga matahari dan minyak biji-bijian. Namun lesunya harga ternyata tidak cukup untuk mengerek volume ekspor CPO Indonesia.
Pada Februari ini China kembali mengurangi impor minyak sawitnya. Menurut data yang diolah GAPKI penurunan impor ke china sangat signifikan hampir mencapai 50% dibandingkan bulan lalu, atau dari 196,84 ribu ton pada Januari lalu menurun menjadi 98,98 ribu ton pada Februari ini.
Secara year on-year, volume ekspor minyak sawit ke China periode Januari-Februari 2015 juga tercatat turun sebesar 61% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014. Selain perlambatan pertumbuhan ekonomi, faktor yang mempengaruhi berkurangnya pasokan minyak sawit ke China adalah karena harga minyak kedelai yang murah, dimana minyak kedelai lebih diminati daripada minyak sawit.
Belum lama, Negeri Tirai Bambu ini juga menerbitkan aturan baru terkait dengan panduan pengembangan industri biodiesel di dalam negeri. Secara umum, tujuan dari panduan ini adalah untuk mendorong pengembangan biodiesel sekaligus melindungi sumberdaya lokal.
Hal ini merupakan kesempatan yang baik bagi Indonesia untuk mengadakan penetrasi pasar dengan memperkenalkan penggunaan biodiesel berbasis CPO. GAPKI berharap pemerintah Indonesia dapat segera mengambil kesempatan ini untuk mengadakan misi dagang dalam rangka penetrasi pasar.
Penurunan permintaan akan minyak sawit pada Februari 2015 dibandingkan dengan bulan sebelumnya juga dibukukan oleh Bangladesh, Negara Timur Tengah dan Afrika, masing-masing turun 17,5%, 16% dan 29%. Ditengah lesunya permintaan akan minyak sawit, India justru menaikkan permintaan minyak sawitnya cukup signifikan yaitu sebesar 47% atau dari 298,27 ribu ton pada Januari lalu menjadi 439,72 ribu ton pada Februari ini.
Peningkatan permintaan yang cukup signifikan ini karena perkiraan produksi rapeseed yang akan menurun dan juga ada keterlambatan penanaman. Sementara permintaan akan minyak nabati seiring pertumbuhan penduduk terus meningkat sehingga India meningkatkan pasokan minyak nabati untuk memenuhi permintaan pasar di dalam negeri.
Peningkatan permintaan akan minyak sawit dari Amerika Serikat cukup mengejutkan ditengah melimpahnya stok kedelai di dalam negeri. Negeri Paman Sam ini meningkatkan impor minyak sawit sebesar 64,5%, atau dari 41,58 ribu ton pada Januari lalu menjadi 68,39 ribu ton pada Februari ini. Peningkatan permintaan ini sepertinya akibat dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan pada saat yang sama harga CPO global sedang lesu.
Peningkatan permintaan akan minyak sawit asal Indonesia pada Februari 2015 juga dicatatkan Pakistan sebesar 25% dan negara Uni Eropa sebesar 18%. Dari sisi harga, harga rata-rata CPO global sepanjang Februari 2015 hanya mampu bergerak di kisaran US$ 625 – US$ 705 per metrik ton sehingga harga rata-rata Februari 2015 hanya mampu naik 1,4% dibandingkan bulan sebelumnya atau dari US$ 669,4 per metrik ton pada Januari, naik menjadi US$ 678,5 per metrik ton.
Sementara itu, harga harian CPO global di dua pekan pertama Maret terus menunjukkan tren penurunan. Harga pada awal Maret di US$ 708 per metrik ton terus tergerus menjadi US$ 650 per metrik ton pada akhir pekan kedua.
Dua pekan ke depan harga diperkirakan akan semakin terpuruk. GAPKI memperkirakan harga CPO hingga akhir Maret akan cenderung bergerak di kisaran harga US$ 630 – US$ 670 per metrik ton.
Sementara itu Harga Patokan Ekspor Maret 2015 ditentukan oleh Kementerian Perdagangan sebesar US$ 624 dan Bea Keluar 0% dengan referensi harga rata-rata tertimbang (CPO Rotterdam, Kuala Lumpur dan Jakarta) sebesar US$ 694.90 per metrik ton. Dengan melihat tren harga CPO global yang menurun dan bergerak dibawah US$ 750 per metrik ton, GAPKI memperkirakan harga Bea Keluar untuk April akan tetap 0%.