TAMBANG, JAKARTA. THAILAND mengimpor 1,23 juta ton batu bara, Juli lalu, turun 41,2% dibanding setahun sebelumnya. Data yang dikeluarkan Kantor Bea Cukai Thailand, Selasa lalu, menyebutkan bahwa pada Juli lalu, Thailand mengimpor 527,31 juta ton batu bara jenis bitumen, yang banyak digunakan untuk pembangkit listrik. Padahal, Juli tahun lalu, yang diimpor 937,40 juta ton.
Pemasok utamanya adalah Indonesia, dengan volume 378,03 juta ton, atau turun 22% dari Juli tahun sebelumnya. Sementara Australia mengekspor 148,08 juta ton, turun 67,2% dari Juli tahun lalu.
Sebagaimana diberitakan media energi Platts, Thailand mengimpor 4,27 juta ton antrasit pada Juli, turun 22,8% dari Juli 2015, semuanya dari Cina. Impor batu bara jenis lain mencapai 701,08 juta ton, turun 39,3% dari Juli 2015. Impor itu sebagian besar dari Indonesia (644,22 juta ton, turun 41,5% dari Juli 2015), dan dari Rusia (56,81 juta ton, sebelumnya tidak ada sama sekali).
Dalam tujuh bulan pertama tahun ini, Thailand mengimpor 12,36 juta ton, berkurang 3,8% dari 12,86 juta ton pada Januari-Juli 2015. Sebanyak 6,13 juta ton merupakan batu bara bitumin, yang sebagian besar diimpor dari Indonesia.
Indonesia mengekspor 3,79 juta ton, turun 1,9% dibandingperiode yang sama tahun lalu. Australia memasok 2,26 juta ton, turun 2,3%.
Thailand menghasilkan 8,25 juta ton batu bara jenis lignit pada semester pertama tahun ini, naik 7,7% dari 7,66 juta ton pada periode yang sama tahun lalu. Produsen utamanya adalah Otoritas Pembangkit Listrik Thailand. Sebagian besar batu bara yang dihasilkannya digunakan sendiri.
Pada semester pertama tahun ini, Thailand mengonsumsi 20,18 juta ton batu bara jenis kalori menengah ke atas dan jenis lignit, baik 8,3% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sebanyak 58,7% dari impor itu berupa batu bara jenis kalori menengah ke atas, naik 7,7% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sebagian besar konsumennya adalah pembangkit listrik, yakni 12,3 juta ton, atau 60,9% dari total konsumsi batu bara.