JAKARTA, TAMBANG – Ekonom Senior Faisal Basri turut mengomentari krisis pasokan batubara yang dialami PT PLN beberapa waktu lalu. Menurutnya, sistem Domestic Market Obligation (DMO) batubara yang selama ini diwajibkan pemerintah kepada pengusaha batubara tidak terlalu efektif, termasuk untuk menutupi kebutuhan PLN.
Hal ini dia sampaikan saat menghadiri diskusi yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKAFH Undip) dengan tema “Diskusi Media: Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batu Bara” pada Rabu lalu.
“Tidak perlu ada larangan ekspor, tidak perlu ada sanksi dan tidak perlu ada DMO,” kata Faisal, dikutip Jumat (28/1).
Faisal lalu menawarkan beberapa opsi untuk mengatasi persoalan tersebut salah satunya dengan mengenakan pajak ekspor dan bea batubara.
“Pajak ekspor yang harus dikenakan. Dikenakan sedikit tidak semuanya diambil,” ungkapnya.
Menurut dia, pajak ekspor batubara nantinya akan masuk ke kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara bea batubara bisa dialokasikan ke Badan Layanan Umum (BLU) yang rencananya akan segera dibuat oleh pemerintah.
“Kenakan pajak ekspor sesuai amanat konstitusi dan bea batubara. Jadi pajak ekspor itu masuk APBN buat bayar hutang, buat realokasi orang miskin, gitu-gitu di APBN. Bea batubara digunakan untuk membiayai renewable energi dalam transisi energi. Ini BLU mau kapan,” ungkapnya.
Keponakan Wakil Presiden RI Adam Malik ini kemudian menjelaskan, tarif pajak ekspor dan bea batubara diterapkan berdasarkan harga internasional seperti pada kasus Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya yang bersifat progresif.
“Tarif pajak ekspor dan bea batubara diterapkan pada saat harga internasional seperti kasus CPO dan turunannya. Dan bersifat progresif,” jelasnya.
Jika harga batubara turun sampai tingkat tertentu, kata Faisal, tarif pajak ekspor dikenakan nol. Sedangkan bea batubara ditetapkan tanpa batas harga minimum. Menurutnya, pengguna batubara domestik juga nantinya bisa menikmati penurunan harga akibat pengenaan pajak ekspor ini.
Lebih lanjut Faisal mengatakan, jika PLN sangat terbebani sehingga menimbulkan potensi kenaikan harga listrik, maka pemerintah bisa menyisihkan penerimaan negara dari pajak ekspor untuk mensubsidi kebutuhan PLN.
“Jika PLN amat terbebani sehingga menimbulkan potensi kenaikan tajam harga listrik, sisihkan penerimaan negara dari PE (pajak ekspor-red) untuk subsidi PLN (earmarking),” paparnya.
Sebelumnya, Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno menyebut bahwa masih banyak pengusaha batubara yang abai dalam pemenuhan DMO. Padalah, kata dia, produksi batubara dalam negeri sekitar 650 juta ton per tahun, sedangkan kebutuhan DMO sekitar seratus juta ton per tahun.
“Memang diakui ada yang nakal, ada yang masih tidak peduli, ada yang masih ngemplang DMO itu masih ada. Pada saat harga jatuh dua tahun yang lalu itu berbondong-bondong mau menjual ke PLN, sekarang harga tinggi maunya ekspor, tidak ada yang mau jual ke PLN, ungkap Eddy.