Jakarta, TAMBANG – Di tengah geliat kondisi pertambangan yang mulai membaik, para pelaku industri tambang tidak mau kehilangan momentum. Mereka ramai-ramai menggonjot target produksi.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono mengatakan, capaian produktivitas yang tinggi, tidak akan berjalan sukses bila tidak ditopang oleh prinsip efisiensi.
“Perusahaan harus bisa efisien. Jaman sekarang kalau gak efisien akan gulung tikar,” kata Bambang saat menjadi salah satu pembicara diskusi Indonesia Mining Forum (IMF) 2018 yang digelar Majalah TAMBANG dan SAP di Hotel Westin, Jakarta, Rabu (19/9).
Salah satu upaya untuk melakukan efisiensi ialah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Kini, perusahaan tambang di Indonesia mulai merangkak perlahan menggunakan perangkat digital canggih yang dipasang dalam kegiatan operasionalnya.
Menurut Bambang, proses transformasi digital itu tidak hanya dapat membantu para pelaku industri, tapi juga bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menunjang kerja pengawasan.
Bambang memberi contoh, bahwa pihaknya telah menerapkan sistem Online Monitoring Production pada perusahaan skala besar pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Berkat sistem tersebut, produksi batu bara dari setiap perusahaan, dapat dipantau dari jarak jauh. Tak tanggung-tanggung, pantauan itu bisa dilakukan dari kantor pusat di Jakarta. Sedangkan lokasi yang dipantau, berada di daerah-daerah tambang di luar Jawa, bahkan bisa juga menembus ke lokasi terpencil juga.
“Online monitoring production. Sekarang sudah PKP2B, nanti yang perusahaan kecil-kecil juga. Kita tahu real time produksi dan lokasi. Kita mengetahuinya dengan mudah. Sekarang (petugas) gak perlu datang ke lokasi, ke jembatan timbang. Itu memangkas ongkos supervisi,” kata Bambang.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (Aspindo), Frans Kesuma mengatakan, banyak perubahan yang telah dilakukan oleh industri tambang nasional untuk bergerak ke arah transformasi digital.
Frans memaparkan soal proses pemetaan lokasi tambang yang dulunya dilakukan oleh sumber daya manusia, dan kini telah digantikan perannya oleh sebuah alat otomatis.
“Dulu perlu petugas yang turun ke lapangan, memasang patok dan melakukan pengukuran. Sekarang beberapa sudah beralih menggunakan Drone,” beber Frans.
Drone merupakan pesawat tanpa awak yang dibekali kamera dan sensor data. Ia mampu membaca peta lokasi, serta mampu mengirimkan hasil pantaunnya ke monitor di ruang kontrol secara otomatis.
Frans memberi catatan, bahwa Drone yang digunakan untuk membantu tahap awal dalam sebuah kegiatan pertambangan ini, akurasinya masih belum maksimal. Drone itu masih membutuhkan sentuhan lanjutan. Kendati demikian, Frans optimis, pengembangan akan meningkat perlahan seiring berjalannya waktu.
“Menurut saya ini hanya soal waktu. Semakin lama, Drone akan semakin dikembangkan lagi,” ujar Frans.
Hal menarik lainnya diungkapkan juga oleh Chief Operating Officer Asia Pasific Japan SAP, Rachel Barger. Ia mengatakan, perusahaan tambang memerlukan alat analisis data yang baik untuk mencapai target efisiensi tersebut.
Dalam hal ini, ia memberikan tawaran. SAP, perusahaan penyedia aplikasi perangkat lunak yang dipimpinnya itu, memiliki sederet produk yang mampu memecahkan masalah kompleksitas, membaca peluang, dan menghasilkan inovasi bagi perusahaan tambang. Salah satunya ialah Machine Learning.
Machine Learning dioperasikan menggunakan algoritma canggih untuk membaca Big Data. Ia bisa dioperasikan untuk mendeteksi masalah-masalah rigid dalam aktivitas teknis di lapangan. Dengan menggunakan Machine Learning, masalah-masalah yang terjadi bisa terbaca dengan cepat, kemudian ia bisa memberikan rekomendasi penanganan.
“Kita jadi bisa membuat keputusan yang terbaik dengan cepat,” ungkap Rachel.
Untuk diketahui, agenda IMF 2018 ini dihadiri oleh pimpinan-pimpinan dari perusahaan tambang dan perusahaan jasa. Selain itu, turut hadir juga para konsultan pertambangan.