Jakarta-TAMBANG. BUMN energi terintegrasi, PT Pertamina (Persero) membukukan peningkatan kinerja tiga bulan pertama di tahun 2016. Padahal dalam beberapa waktu terakhir harga minyak anjlok. Konon Kinerja sektor hilir dan kegiatan efisiensi yang dilakukan secara paralel dinilai menjadi pendorong peningkatan kinerja keuangan Perseroan.
Kinerja Badan Usaha Milik Negara di sektor energi terintegrasi, secara signifikan pada kuartal I 2016. Perputaran keuangan di bisnis hilir Pertamina mencapai sekitar 70% dari total perputaran keuangan perusahaan. “Padahal data yang ada selama ini justru memperlihatkan 70% keuntungan Pertamina itu dari bisnis hulu,” ujar Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, Selasa (21/6).
Menurut Komaidi, selama ini sektor hilir Pertamina banyak menanggung beban penugasan distribusi bahan bakar minyak (BBM) dan kerugian dari bisnis liquefied natural gas (LPG) 12 kg.
Berdasarkan data Pertamina penopang kinerja keuangan yang positif sepanjang Januari-Maret 2016 dari sektor bisnis hilir, mulai dari penjualan BBM, LPG hingga pelumas. Hal ini mendorong laba bersih Pertamina melampaui realisasi kuartal I 2015 yang mencapai US$28 juta.
Selain itu, pada kuartal I Pertamina juga meraih nilai tambah hingga US$ 481 juta atau sekitar Rp 6,39 triliun melalui Breakthrough Project (BTP) New Initiatives atau di atas target yang ditetapkan sebelumnya sebesar US$411 juta. BTP New Initiatives terdiri atas Sentralisasi Pengadaan (nonhidrokarbon), Perubahan Proses Pengadaan Crude dan Produk, Pembenahan Tata Kelola Arus Minyak, Optimalisasi Aset Penunjang Usaha, dan Corporate Cash Management.
Berly Martawardaya, pengamat ekonomi energi dari Universitas Indonesia, menjelaskan segmen usaha Pertamina yang terintegrasi dari hulu hingga hilir bisa jadi berdampak positif bagi kinerja perseroan di tengah harga minyak yang rendah. Namun hal itu tentu saja harus dilihat saat laporan keuangan Pertamina dirilis nantinya.
“Untuk mempertahankan kinerja keuangan yang positif hingga akhir tahun, Pertamina harus tetap menjaga efisiensi di sektor hilir,” katanya.
Hari Purnomo, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, mengatakan sebagai perusahaan migas, tidak ada strategi lain kecuali meningkatkan produksi migasnya melalui penguasaan lapangan-lapangan (blok) migas baru, termasuk blok-blok di luar negeri. “Jadi menurut saya tidak cukup hanya kuat di hilirnya saja tapi harus kuat juga di sektor hulunya,” ujarnya.
Pertamina pada kuartal I 2016 berhasil menjual BBM sebanyak 15,08 juta kiloliter, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 14,86 juta kiloliter BBM. Kenaikan volume penjualan diikuti dengan peningkatan keuntungan yang signifikan seiring turunnya harga rata-rata minyak dunia.
Tidak hanya dari premium, penjualan bahan bakar khusus Pertamina, seperti pertalite dan pertamax series naik signifikan. Pertalite yang sejak diluncurkan pada Juli 2015 hingga akhir 2015 mencatat penjualan 370 ribu KL, pada tiga bulan pertama 2016 telah membukukan penjualan 590 ribu KL. Kenaikan signifikan juga dicatat pertamax yang sepanjang kuartal I 2016 telah terjual 1,08 juta KL atau 40% dari total penjualan sepanjang 2015 yang mencapai 2,64 juta KL.
Penjualan produk non-BBM juga meningkat dari 3,29 juta KL menjadi 3,46 juta KL. Pangsa pasar pelumas pun membesar, yakni 59% pada kuartal I 2015 menjadi 59,1% pada kuartal satu lalu.
Sektor Hulu
Selain sektor hilir, kinerja sektor hulu Pertamina juga meningkat. Produksi minyak Pertamina pada kuartal I 2016 mencapai 306,25 ribu barel per hari (bph), naik dari periode sama tahun lalu yang sebesar 267,9 ribu bph. Produksi gas juga meningkat dari 1,62 miliar kaki kubik per hari (BSCFD menjadi 1,98 BSCFD).
Demikian pula produksi panas bumi meningkat menjadi 761,51 gigawatt hour (GWh) dari sebelumnya 716,16 GWh.
Pertamina juga mencatat kinerja di sektor pengolahan dengan imbal hasil produk atau yield valuable product mencapai 76,96% pada kuartal I 2016. Angka ini lebih tinggi dari periode sama tahun lalu yang mencapai 71,16%. Sementara total hasil olahan kilang atau total output kilang meningkat dari 70,08 juta barel menjadi 75,94 juta barel.