Jakarta, TAMBANG – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menargetkan 5.200 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dengan total kapasitas 2,37 Giga Watt (GW) untuk dikonversi menjadi pembangkit listrik Energi Baru Terbarukan (EBT). Hal ini demi mensukseskan program dedieselisasi di perhelatan G20 Presidensi Indonesia.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menyebut bahwa program dedieselisasi merupakan sebuah lompatan besar dalam pencapaian Net Zero Emission pada tahun 2060.
“Adanya program ini menjadi langkah awal dalam mereduksi emisi dan meningkatkan bauran energi baru dan terbarukan (EBT),” kata Arifin saat membuka International Seminar: Renewable Energy Technology as Driver for Indonesia’s De-dieselization, di Yogyakarta, dikutip dari keterangan resmi, Kamis (24/03).
Menurut Arifin, pembangkit tersebut terdapat di 2.130 lokasi dan dialihkan menjadi tiga skema, pertama konversi PLTD menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Energi Baru Terbarukan (PLT EBT) berkapasitas 500 Mega Watt (MW).
Kedua, Konversi pembangkit listrik tenaga diesel ke gas (gasifikasi) dengan kapasitas 598 MW; dan ketiga perluasan jaringan ke sistem terisolasi untuk meniadakan pembangkit listrik tenaga diesel dengan kapasitas 1.070 MW. Sementara, sisa PLTD berkapasitas 203 MW masih digunakan sebagai sistem black-start saat terjadi pemadaman.
Arifin pun mengapresiasi 3 skema yang telah disiapkan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam melaksanakan program dedieselisasi. Terutama skema integrasi sistem yang sebelumnya ditopang oleh PLTD ke dalam sistem kelistrikan utama PLN.
“Saya punya mimpi, bagaimana Indonesia membangun infrastruktur ketenagalistrikan untuk menghubungkan setiap pulau yang ada. Sehingga listrik dapat menjadi pemersatu bangsa, tentunya dengan sumber EBT,” imbuhnya.
Menurut Arifin, keberagaman dan kekayakan sumber EBT di Indonesia harus dioptimalkan sejalan dengan kemapuan adopsi akan teknologi dan inovasi. Hal ini penting dalam menciptakan keeknomian yang efisien dan kompetitif.
Oleh karena itu, pemilihan teknologi yang tepat harus diidentifikasi dengan baik untuk menjamin akses listrik yang berkelanjutan dan berkualitas kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau. “PR kita adalah bagaimana teknologi bisa menciptakan industrialisasi EBT,” tegas Arifin.
Demi mendorong kemajuan teknologi EBT, Pemerintah pun secara terbuka mendorong adanya kerja sama dengan semua pihak. “Kami sadar ini tidak mudah. Kami butuh kolaborasi denngan semua pihak. Kami siap bekerja sama mengembangkan program yang kita punya demi kepentingan hidup yang lebih baik di masa mendatang,” ungkap Arifin.
Di samping teknologi, Arifin juga menyinggung pendanaan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. “(Pembiayaan) ini salah satu yang penting dalam mengembangan infrastruktur program – program yang sudah dirancang,” jelasnya.
Pemerintah sudah berhasil merumuskan peta jalan (roadmap) menuju Transisi Energi di tahun 2060. Peta ini diharapakan sebagai salah satu akselerasi pengembangan EBT dalam jangka waktu panjang. “Kami bersyukur punya sumber EBT melimpah di negara kita. Dalam roadmap kami, setiap lima tahun punya milestone dalam mereduksi emisi,” tutur Arifin.