Jakarta – TAMBANG. Konsistensi pemerintah mengimplementasikan program hilirisasi mineral melalui kewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) sesuai amanat UU Minerba No 4 Tahun 2009 patut didukung semua stakeholder pertambangan. Hal ini dikarenakan dapat menjamin keberlangsungan operasional tambang secara berkesimbungan.
Implementasi yang berkesinambungan tersebut dibutuhkan melalui sinergis setiap elemen, antara lain dari sisi regulasi, investasi, maupun sinkronisasi antara sektor industri hulu dan hilir pertambangan agar manfaat dan nilai tambah yang ditetapkan dapat tercapai.
Di samping itu, salah satu kunci dari kesinambungan program hilirisasi adalah mekanisme kontrol yang ketat terhadap ilegal mining karena mengancam pasokan bahan baku untuk smelter dan aspek pelestarian lingkungan.
Demikian pesan kunci dari Indonesia Mining Conference dengan tema “Smelter dan Pertambangan Berkesinambungan” yang diselenggarakan atas inisiatif bersama antara Majalah TAMBANG dan Inke Maris & Associates – strategic communication consultant, didukung oleh Oxford Business Group di Hotel Sangri-La, Jakarta, Rabu (15/12/2015).
Seminar Setengah Hari ini dibuka oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, didampingi CEO Inke Maris & Associates Inke Maris dan Pemimpin Umum Majalah TAMBANG Atep Abdurofiq. Bertindak sebagai pembicara, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Aryono, Ketua Asosiasi Smelter Indonesia R Sukhyar, Presiden Direktur PT Inalum Winardi Sunoto, dan Pakar Lingkungan Witoro Soelarno.
Sukhyar mengatakan, kewajiban membangun smelter menyebabkan pola bisnis perusahaan mineral tambang dalam negeri berubah; dari sebelumnya eksplorasi, produksi, dan pengangkutan (dalam dan luar negeri) menjadi eksplorasi, produksi, pengolahan dan pemurnian, dan pengangkutan (dalam dan luar negeri). Perubahan pola bisnis ini membawa dampak perubahan pada investasi, strategi, dan proyeksi keekonomian untuk setiap perusahaan.
Di lain pihak, kewajiban membangun smelter ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan nilai tambah yang optimal bagi industri dalam negeri, pendapatan negara, dan manfaat untuk masyarakat.
Konsistensi pemerintah dalam menerapkan program hilirisasi melalui kewajiban membangun smelter tersebut patut didukung karena akan membawa perubahan mendasar pada manfaat yang akan timbul dalam jangka panjang yang secara berkesinambungan dirasakan oleh negara dan masyarakat.
Kendati demikian, upaya mewujudkan hilirisasi tambang ini tidak harus dibebankan sepenuhnya pada pengusaha. Kerja sama antara pemerintah dan pihak swasta dibutuhkan agar perubahan pola bisnis perusahaan mineral tambang tetap dapat kompetitif sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.
Witoro mengatakan, sebelum ada larangan ekspor, produksi mineral Indonesia meningka pesat dengan dampak destruksi terhadap lingkungan. Smelter yang berdampak pada pelestarian lingkungan mengandaikan adanya kontrol yang ketat terhadap eksploitasi sumberdaya karena yang diproduksi sesuai dengan kapasitas smelter di Indonesia. Di lain pihak, pemerintah diharapkan mengontrol secara ketat keberadaan illegal mining dan pelabuhan-pelabuhan illegal. Kontrol terhadap illegal mining juga dalam rangka menjamin pasokan bahan baku smelter dalam negeri, karena tidak ada bahan mentah mineral yang keluar dari Indonesia tanpa terlebih dahulu diolah dan dimurnikan.
Di samping itu, praktik pengolahan dan pemunian yang dilakukan perusahaan smelter wajib patuh pada aspek pelestarian lingkungan ini terkait dengan pemilihan teknologi dan pengolahan limbah smelter.
Seperti diketahui, menurut data Kementerian ESDM, ada enam fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih mineral yang mulai beroperasi di tahun ini, dan tiga smelter beroperasi di tahun 2016. Ada enam smelter nikel yang sudah beroperasi di 2015, dan rencananya 2016 menyusul tiga smelter. Kapasitas smelter nikel di tahun ini sekitar 524.000 ton, dan 767.000 ton di tahun 2016.
Smelter untuk bauksit juga diperkirakan akan beroperasi pada tahun depan dengan kapasitas sebesar 4 juta ton per tahun. Secara keseluruhan, saat ini ada 72 smelter yang dalam tahap penyelesaian, terdiri atas smelter nikel (35 smelter), bauksit (7 smelter), besi (8 smelter), mangan (3 smelter), zircon (11 smelter), timbal dan seng (4 smelter), serta kaolin dan ziolit (4 smelter).(*)