Jakarta,TAMBANG, Kegiatan eksploitasi sumber daya migas di suatu wilayah diharapkan memberi dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar. Namun hal ini kadang masih menjadi suatu yang ideal untuk beberapa wilayah.
Engelina Pattiasina, Direktur Archipelago Solidarity Foundation, Engelina Pattiasina menyoroti keberadaan lapangan migas Bula, Pulau Seram, Propinsi Maluku. Meski sudah beroperasi sejak jaman penjajahan Belanda, kehadiran industri migas di daerah ini belum memberikan manfaat yang optimal pada kesejahteraan masyarakat.
“Kalau saja, kekayaan ini dapat dimanfaatkan secara baik, maka hampir pasti Maluku akan keluar dari kemiskinan. Saya yakin, bukan hanya mengangkat Maluku, tetapi juga seluruh kawasan timur Indonesia, yang selama ini identik dengan daerah termiskin di Indonesia,”terang Engelina kepada Majalah TAMBANG.
Bahkan menurutnya jangankan untuk rakyat Maluku untuk masyarakat Bula saja kontribusinya masih minim. “Apa kontribusi untuk rakyat di Bula saja tidak jelas. Tidak perlu melihat angka statistik. Secara kasat mata, bisa kita lihat kok kalau Bula tidak berbeda dengan daerah lain yang tidak memiliki kekayaan minyak,” tandasnya.
Ia menilai hal ini terjadi karena tata kelola industri migas yang masih seperti jaman kolonial. Minyak dan gas diambil dan kemudian dikirim ke daerah lain untuk diolah. Tidak dibangun industri pengolahan di lokasi tersebut. Padahal jika migas yang diambil langsung diolah di lokasi tersebut tentu akan mendatangkan dampak ganda yang lebih besar lagi.
“Yang benar itu, minyak Bula diolah di Bula. Sehingga masyarakat sekitar menikmati minyak Bula, kalau ada kelebihan dikirim ke daerah Maluku lainnya. Kalau ada lebih lagi dikirim ke luar Maluku,”tandas Engelina.
Ia meyakini kegiatan pengolahan minyak yang dilakukan di lokasi pengeboran akan memacu pertumbuhan ekonomi baru daerah tersebut. Sehingga rakyat dapat menikmati kontribusi langsung dan tidak langsung dari keberadaan minyak. Industri-industri turunan dari Migas akan muncul dan bisa menjadi pusat ekonomi baru.
“Minyak Bula itu dieksploitasi hampir dua abad, mulai maza kolonial Belanda, Jepang dan sampai saat ini. Seharusnya, kehidupan rakyat Bula dan Seram itu sudah sangat baik, kalau minyak itu dikelola dengan memperhatikan kepentingan rakyat setempat,”tandasnya.
Seperti diketahui pada tahun 2019 WK Bula dan WK Non Bula habis masa kontrak. Namun di 2018, Pemerintah telah menyerahkan hak pengelolaan pada perusahaan eksisting. WK Bula dikelola oleh Kalrez Petroleum (Seram) Ltd. Sedangkan WK Non Bula dikelola oleh CITIC Seram Energy Limited.
Pengalaman pengelolaan migas di Bula menurutnya harus menjadi pelajaran bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat Maluku. Secara khusus terkait dengan pengembangan Blok Masela. “Ada banyak pekerjaan rumah di Blok Masela, baik mengenai masyarakat adat, wilayah, dampak ekonomi dan pemanfaatan peluang ekonomi yang ada. Tapi, sangat penting juga untuk memastikan, gas Blok Masela dikelola melalui industri yang dibangun di Maluku,”tandasnya.
Sehingga nantinya muncul ratusan industri turunan dari gas seperti tekstil, plastik, pupuk dan sebagainya.
Blok Masela menurutnya harus menjadi pijakan dalam mendorong dan mengembangkan industri di Maluku. Karena dampak ganda yang ditimbulkan akan sangat luar biasa. “Kalau tidak, ya sama dengan yang terjadi dimana-mana, gas diambil, dimuat di kapal dan dikirim ke berbagai tempat. Kemudian kita membeli kembali produk yang berbahan baku gas,”tandasnya.
Ia mendorong agar gas dari Lapangan Migas yang ada di Maluku harus diolah di Maluku untuk menjadi berbagai produk turun. Kemudian produk itu yang dikirim ke berbagai tempat. Jika ini yang dilakukan Maluku akan mencapai titik kesejahteraan yang sangat baik.
“Pemerintah Daerah cepat puas dengan Participating interest (PI) 10 persen. Meski hal ini penting karena berkaitan dengan hal yang cukup besar. Tetapi juga harus didorong untuk membangun industri strategis di dekat Blok Masela,”tandasnya.
Hanya dengan itu, kehadiran industri migas di Maluku bisa membawa dampak positif bagi masyarakat Maluku secara khusus di sekitar lokasi.