Jakarta-TAMBANG. Pemerintah dan PT Freeport Indonesia masih berdialog terkait dengan perpanjangan izin operasi pasca 2021. Sejauh ini Pemerintah hanya memastikan bahwa izin operasi tambang Freeport masih valid namun untuk perpanjangan izin baru bisa dilaksanakan pada tahun 2019. Dalam proses ini, perwakilan masyarakat Papua minta agar Pemerintah Provinsi, Pemkab Mimika dan Suku Pemegang Ulayat juga dilibatkan. Hal ini disampaikan Anggota DPRD Provinsi Papua dari daerah Pemilihan Mimika Wilhemus Pigai.
Kepada Majalah TAMBANG Wilhelmus meminta Pemerintah Pusat untuk tidak berjalan sendiri dalam pembahasan terkait perpanjangan izin operasi. “Sejak awal Pemerintah Daerah baik Pemprov Papua, Pemkab Mimika serta Suku Pemegang ulayat sudah harus diajak. Tujuannya agar kepentingan daerah dan masyarakat adat juga diakomodir dalam kesepakatan baru antara Pemerintah dengan Freeport. Kompensasi yang diberikan perusahaan pada masyarakat adat juga harus jelas diatur dalam kesepakatan yang baru itu nanti,”kata Wilhelmus.
Ia mengakui ada kontribusi besar dari Freeport Indonesia pada pembangunan Indonesia namun ke depan kontribusi tersebut harus lebih ditingkatkan lagi. Salah satunya meningkatkan keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan operasi tambang. Untuk itu yang harus dilakukan Freeport adalah melatih orang-orang muda masyarakat lokal untuk bisa diterima dan bekerja di tambang Freeport.
“Freeport berkewajiban melatih anak-anak dan orang muda dari suku pemegang ulayat untuk kemudian diperkerjakan di Freeport,”lanjut Wilhelmus.
Tidak hanya soal perpanjangan, Wilhelmus juga meminta Pemerintah Pusat untuk memberikan porsi saham divestasi pada Pemerintah Daerah. “Terkait Divestasi, Pemerintah daerah juga harus dilibatkan dan mendapat bagian dalam divestasi saham. Dengan ini Pemdan akan lebih merasa memiliki tambang tersebut,”katanya.
Sementara terkait Smelter Wilhelmus yang juga tokoh masyarakat ini tetap meminta Freeport untuk membangun smelter di Papua. Ini menurutnya pembangunan smelter di Papua akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Papua. “Pemerintah Joko Widodo sudah berjanji akan mendorong permbangunan ekonomi di Papua. Salah satunya dengan membangun smelter karena akan menyerap tenaga kerja yang banyak dan menimbulkan multiplier effect yang lebih besar. Jangan hanya mengambil bahan tambangnya kemudian diolah ditempat lain,”ujarnya.
Tidak hanya itu jika Pemerintah Daerah diminta membangun smelter di Papua sementara Freeport tetap membangun smelter tempat lain tentu jumlah konsentrat yang dialokasikan untuk smelter milik Pemda akan sangat kecil. Smelter di Papua yang milik Pemda ini lalu tidak menjadi prioritas. “Kami masih tetap berharap agar Freeport mau bangun smelter di Papua,”katanya lagi.
Semua harapan masyarakat Papua ini menurut Wilhelmus harus diakomodir dalam kesempakatan baru antara Pemerintah dan pihak Freeport nantinya. Untuk itu Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika serta Suku pemilik ulayat harus dilibatkan sejak awal perundingan.
Wilhelmus mengakui kontribusi Freeport pada perekonomian tidak hanya untuk Papua tetapi Indonesia secara keseluruhan cukup besar. Oleh karenanya tidak mungkin menutup operasi Freeport. Namun yang dilakukan ke depan adalah meningkatkan mafaat ekonomi bagi masyarkat Papua dan juga suku pemegang ulayat. Untuk itu sejak awal pembahasan tentang perpanjangan kontrak dengan Freeport sudah harus melibatkan Pemerintah Daerah dan suku pemegang ulayat.