Jakarta, TAMBANG- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) semakin serius dalam melakukan aksi pencegahan korupsi. Hal ini diwujudkan dengan keterlibatan Kementerian ESDM dalam penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) tentang Penguatan dan Pemanfaatan Basis Data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership/BO) dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Bagi Korporasi.
MoU yang diinisiasi oleh Kementerian Hukum dan HAM ini, menggandeng Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Kementerian ATR/BPN serta Kementerian Koperasi dan UKM. Penandatanganan ini disaksikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial yang hadir mewakili Menteri ESDM Ignasius Jonan mengungkapkan, sektor energi dan sumber daya mineral mendukung dan siap dengan inisiatif kerja sama BO ini untuk menghindari korupsi dan hilangnya pendapatan negara. Sektor ESDM khususnya minerba dan migas sangat strategis, baik sebagai kontributor PNBP maupun investasi, sehingga BO menjadi penting.
“Tujuan penting dari MoU ini adalah untuk meningkatkan transparansi data BO badan usaha sektor ESDM, sehingga menghindari isu-isu, seperti hilangnya pendapatan negara, terjadinya korupsi dan tata kelola yang buruk, pencucian uang, dan monopoli terselubung di sektor ESDM, yang pada akhirnya mampu mendukung pencapaian target Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor ESDM,” ujar Ego melalui keterangan resmi, Rabu (3/7).
Sektor ESDM lanjut Ego, sejak tahun 2017 sangat konsen dengan isu BO. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM Nomor 48 tahun 2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di sektor ESDM. “KESDM berharap dengan Mou ini, instansi lain pun dapat mendukung kualitas, transparansi, akurasi dan akses data BO dalam rangka pengawasan pengusahaan di sektor ESDM,” lanjut Ego.
Sebagaimana diketahui, tahun 2019 target PNBP ESDM mencapai Rp288 Triliun (terbesar migas Rp234,7 Triliun dan minerba Rp43,2 Triliun). Untuk investasi sendiri, tahun 2019 target investasi ESDM adalah sebesar USD35,3 miliar (terbesar dari migas USD15,3 miliar dan minerba USD12 miliar).
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, yang menyaksikan penandatanganan ini, menyampaikan apresiasinya dan mengungkapkan bahwa aturan tentang BO ini sangat penting. “Terima kasih atas penandatanganan MoU, karena aturan tentang BO sangat penting, bukan hanya untuk transparansi dan akuntabilitas, tetapi juga menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia agar tata kelola perusahaan di Indonesia berjalan dengan baik. Dari banyak negara di dunia, yang memiliki peraturan lengkap tentang BO adalah Indonesia, selain Inggris,” tutur Laode.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan, regulasi BO telah tertuang dalam Peraturan Presiden 13 tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, yang mewajibkan bagi seluruh stakeholders baik instansi pemerintah, korporasi, yang terdiri atas pendiri atau pengurus, ataupun melalui notaris untuk melaporkan informasi pemilik manfaat.
“Dengan pengaturan ini, maka kita akan memiliki database pemilik manfaat (Beneficial Owner) yang akurat dan mudah diakses, baik untuk kepentingan publik dalam berusaha maupun penegakan hukum yang tidak menyisakan ruang gerak bagi pelaku tindak pidana untuk memanfaatkan korporasi sebagai kendaraan untuk menutupi tindak pidana beserta hasilnya. Penandatanganan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama ini merupakan salah satu tahapan penting dalam mencapai tujuan penegakan hukum dan kemudahan berusaha tersebut,” jelas Yasonna.