Beranda Mineral Dirjen Minerba; Perlu Ada Keseimbangan Pola Pikir Finansial Di Hilirisasi Tembaga

Dirjen Minerba; Perlu Ada Keseimbangan Pola Pikir Finansial Di Hilirisasi Tembaga

Jakarta,TAMBANG, Dalam dua hari berturut-turut, Ditjen Minerba menyelengarakan diskusi virtual dengan teman hilirisasi mineral. Di hari pertama terkait hilirisasi nikel dan kemudian di hari kedua mengangkat tema hilirisasi tembaga.

Dalam sambutan saat membuka diskusi online terkait tembaga, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Ridwan Djamaluddin menegaskan bahwa peningkatan nilai tambah tembaga melalui proses hilirisasi harus memberikan manfaat yang besar bagi negara dan masyarakat Indonesia. Hal ini bisa dicapai melalui keseimbangan pola pikir finansial antara pemerintah dengan korporasi.

“Kita ingin proses nilai tambah yang panjang itu sebanyak mungkin memberi dampak bagi negara, untuk meningkatkan pendapatan negara, membuka lapangan kerja, dan membangun kemandirian (energi),” ungkapnya.

Ia mengakui bahwa pembangunan smelter tembaga bukan langkah mudah bagai badan usaha mengingat diperlukan investasi yang cukup besar. “Setiap sen yang keluar (dari korporasi) harus dihitung, pemerintah pun setiap sen yang tidak didapatkan harus juga dihitung. Itu adalah hak rakyat Indonesia. Keseimbangan ini yang akan kita cari,” ungkapnya lagi.

Ia menambahkan UU No.3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) semakin memperkuat dan menegaskan hilirisasi untuk mendapat nilai tambah tembaga sebagai sebuah kewajiban. “(Harus) dilakukan baik bagi pemerintah yang menyuruh wajib dan pelaku industri agar terimplementasi dengan baik,” tambah Ridwan.

Untuk diketahui sampai sekarang Indonesia telah memiliki dua smelter tembaga. Satunya dioperasikan  PT Smelting yang merupakan perusahaan patungan antara PT Freeport Indonesia dan Mitsubishi yang telah dibangun sejak 1996 di Gresik, Jawa Timur. Perusahaan ini memiliki kapasitas pasokan konsentrat tembaga sebesar 1 juta ton tembaga per tahun dan menghasilkan 300 ribu ton katoda tembaga per tahun.

Satu lagi smelter tembaga yang dimiliki PT Batutua Tembaga Raya. Smelter yang beroperasi sejak 2014 tersebut memiliki kapasitas input bijih oksida sebanyak 1.400.000 ton, dan memproduksi 25.000 ton katoda. Perusahaan ini merupakan anak usaha dari PT Merdeka Copper and Gold.

Sementara yang dalam rencana membangun ada PT Freeport Indonesia yang akan membangun smelter tembaga juga berlokasi di Gresik, tepatnya di kawasan Industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE). Rencananya kapasitas olahan sebesar 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Adapun nilai investasi yang dibutuhkan mencapai USD 3 miliar.

Kemudian PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang juga akan membangun smelter tembaga di dekat lokasi tambang miliknya di Sumbawa, NTB.

Sementara dari sisi cadangan, hasil identifikasi Badan Geologi Indonesia masuk kategori 7 negara cadangan tembaga terbesar di dunia. Negara ini menyumbang sekitar 3% dari total cadangan di dunia.

Data Badan Geologi menyebutkan Indonesia memiliki total sumber daya bijih tembaga sebesar 15.083 juta dan cadangan 2.632 juta ton. Kemudian sumber daya logam tembaga sebesar 48,98 juta ton dan cadangannya sebesar 23,79 juta ton. Sumber daya tembaga terbesar tersebar di Propinsi Nusa Tenggara Barat, Propinsi Kalimantan Tengah, Propinsi Jawa Timur, Propinsi Aceh, dan Propinsi Papua.