Jakarta, TAMBANG – Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariyono, memberikan penjelasan langkah pasti pemerintah dalam melakukan divestasi saham 51 persen PT Freeport Indonesia, di hadapan pengurus Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi), Rabu (16/1).
Bambang menjelaskan, kenapa tidak melakukan divestasi Freeport pada tahun 2021. Menurutnya ada dua alasan terkait dengan aturan masa berlau dan hak perpanjangan, serta masa pengakhiran kontrak. Pasal 169 Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyebutkan Kontrak Karya (KK) yang sudah ada sebelum berlakunya UU ini, tetap diberlakukan hingga masa akhir kontrak. Dilihat juga dengan Pasal 83, menyebutkan, bahwa IUPK OP Mineral logam dapat diberikan paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang 2 X 10 tahun.
“Lihat juga di pasal 33 Kontrak Karya (KK) tahun 1991 yang menyebutkan persetujuan ini akan mempunyai jangka waktu 30 tahun dan perusahaan diberikan hak untuk memohon dua kali perpanjangan masing-masing 10 tahun berturut-turut,” kata Bambang, dihadapan pengurus Perhapi saat diskusi jelang Pelantikan dan Rapat Pleno I BPP Perhapi 2018-2021, di Jakarta, Rabu (16/1).
Terkait mengapa diperpanjang menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)? Bambang menjelaskan, KK yang belum memperoleh perpanjangan dapat diperpanjang melalui IUPK sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang dengan dasar Pasal 112 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2014. Serta penerimaan yang lebih baik ketika menjadi IUPK seperti yang diatur Pemerintahd alam pasal 17 PP nomor 37 Tahun 2018.
Untuk mendapatkan perpanjangan, maka Freeport pun diberikan empat poin syarat perpanjangan oleh Pemerintah. Yaitu, pertama, menyesuaikan bentuk KK menjadi IUPK, kedua, melaksanakan pembangunan smelter baru dalam kurun waktu paling lambat lima tahun. Ketiga, melaksanakan divestasi saham Freeport sebesar 51 persen kepada peserta Indonesia. Keempat, stabilitas penerimaan negara dalam IUPK secara agregat lebih besar dibanding penerimaan negara dalam KK.
“Total penerimaan negara dari Freeport periode tahun 2008 -2017 sebesar USD10,419,3 juta. Terdiri dari penerimaan pajak USD7.667 juta dan PNPB sebesar USD2,761 juta. Setelah divestasi nanti akan lebih baik lagi,” tambang Bambang.
Bambang juga menegaskan, terlepas dari plus minus, langkah ini adalah yang terbaik dilakukan saat ini. “Pemerintah punya pertimbangan yang tidak hanya tertulis dalam UU. Karena UU bisa dipresentasikan macam-macam oleh berbagai orang. Pemerintah mengambil sikap bagaimana yang terbaik untuk kita semua,” pungkas Bambang.