Beranda ENERGI Kelistrikan Dicari, Dana Listrik Daerah Tertinggal dengan Energi Terbarukan

Dicari, Dana Listrik Daerah Tertinggal dengan Energi Terbarukan

Saat ini 12.659 dari total 74.754 desa di Indonesia belum dialiri listrik. Sebesar 65% dari desa yang belum berlistrik tersebut, terletak di enam provinsi kawasan Timur Indonesia. Hal ini disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Program Indonesia Terang di Jakarta, Selasa (8/3).

 

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM, Sujatmiko, sebagaimana dimuat di situs Kementerian ESDM mengatakan, rapat koordinasi itu antara lain dihadiri Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Trasmigrasi Marwan Jafar, Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, Dirjen Ketenagalistrikan, Jarman, Dirjen EBTKE, Rida Mulyana, pejabat dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Direksi PT PLN. Rapat koordinasi  ini bertujuan untuk mencari solusi pendanaan dan pelaksanaan Program Indonesia Terang, yaitu melistriki desa tertinggal dengan energi terbarukan.

 

Sudirman menyampaikan, selama ini pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan perdesaan di daerah terdepan, perbatasan dan pulau-pulau kecil dianggap tidak ekonomis secara bisnis. Sehingga tidak ada investor yang berminat. Selain itu, kondisi geografis, sumber daya manusia dan pendanaan juga merupakan tantangan lain yang dihadapi dalam Program Indonesia Terang.

 

“Padahal, jika listrik sudah masuk ke desa, akan menumbuhkembangkan perekonomian lokal. Kegiatan usaha berjalan, pendapatan masyarakat dan negara meningkat. Sehingga dapat terus menjadi daya gerak untuk perekonomian yang lebih luas,” ungkap Sudirman.

 

“Untuk itu perlu kehadiran negara untuk menjembatani jurang (gap) keekonomian tersebut. Sehingga listrik dapat dibangun secara mandiri dan berkelanjutan yang pada gilirannya berujung pada ketersediaan pasokan listrik untuk rakyat di desa dengan kuantitas dan kualitas yang memadai,” jelas Sudirman.

 

Lebih lanjut, Sudirman menambahkan bahwa untuk menutupi gap tersebut, skema yang bisa ditempuh antara lain melalui mekanisme penyediaan infrastruktur, Feed In Tariff (FIT) dan subsidi harga.

 

“Skema tersebut untuk menutupi gap keekonomian pembangunan listrik perdesaan. Dana tersebut semacam viability gap fund untuk meningkatkan kelayakan ekonomi pembangunan listrik perdesaan,” lanjutnya.

 

Sebagai perbandingan, ungkap Sudirman, selama 10 tahun terakhir, negara telah membelanjakan anggaran sebesar Rp. 2.600 triliun dalam bentuk subsidi BBM yang notabene hanya untuk habis dikonsumsi,  mencemari lingkungan dan memperbesar keran impor. Sementara, dalam sepuluh tahun ke depan, PIT hanya perlu 10% dari anggaran subsidi yang telah ada. Dana 10% ini akan menghasilkan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang lebih bersih sesuai dengan komitmen nasional yang sudah tertuang dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), yaitu pemenuhan energi primer dari EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dalam rangka mewujudkan kemandirian energi bagi Bangsa Indonesia.

 

Merespon hal tersebut, Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo menyampaikan bahwa potensi pendanaan untuk PIT dapat dilakukan dengan beberapa skema, yaitu:
1. Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Energi;
2. Dana Bagi Hasil Migas; dan
3. Dana Desa.

 

Penggunaan dana-dana tersebut, menurut Mardiasmo dapat dilakukan dengan skema ear marking, yaitu dengan mendedikasikan secara khusus dana tersebut untuk pembangunan listrik perdesaan.

 

“Untuk penggunaan dana tersebut perlu payung hukum berupa Undang-Undang APBN, yang dalam tahun ini bisa ditampung dalam UU APBNP. Apabila payung hukumnya sudah disepakati, Kementerian Keuangan siap menyediakan dan mengucurkan dana PIT tersebut,” jelas Mardiasmo.

 

Sejalan dengan Sudirman Said, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar menyampaikan bahwa kementeriannya mendukung sepenuhnya Program  Indonesia Terang. Marwan mengungkapkan bahwa koordinasi adalah hal sederhana tetapi sulit dilaksanakan. Bersyukur hari ini atas inisiatif Menteri ESDM Rakor ini dapat dilaksanakan, sehingga program  dapat direncanakan dengan matang.

 

Lebih lanjut Sudirman menegaskan bahwa Program Indonesia Terang adalah suatu keniscayaan, sehingga diharapkan pada tahun 2016 program ini sudah harus berjalan. “dua minggu lagi kami akan koordinasi teknis dengan Pemda dan mulai membentuk Satuan Tugas PIT. Mohon dukungan dari kementerian dan lembaga (K/L) terkait yang hadir pada hari ini dan dalam Rakor berikutnya kami juga akan mengundang K/L lainnya, seperti Kementerian dalam Negeri,” ujar Sudirman.

 

Sudirman juga berharap agar di tahun 2016 sudah ada alokasi dana untuk Program Indonesia Terang. Ia menjelaskan bahwa mulai tahun 2017 Kementerian ESDM tidak lagi langsung membangun infrastruktur energi. Pembangunan tersebut akan lebih efektif dan efisien jika dilaksanakan oleh BUMN atau investor yang relevan. Selanjutnya dana yang ada di Kementerian ESDM akan dialokasikan untuk insentif di bidang energi atau untuk reimbursement biaya infrastruktur yang dibangun oleh BUMN melalui mekanisme penugasan dari pemerintah.

 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan  Bappenas, J. Rizal Primana menyampaikan bahwa selama ini di samping ESDM, ada beberapa K/L yang mempunyai program seperti PIT, untuk itu ke depan perlu dipertimbangkan konsep “agregator” untuk program PIT ini. “Idealnya K/L teknis yang membidangi energilah yang tepat sebagai agregator,” ujar Rizal.

 

Foto: Panel surya untuk listrik daerah terpencil di Provinsi Kalimantan Barat.  Sumber foto: distamben.kalbarprov.go.id