Beranda Tambang Today Umum Desak Kompensasi Tanah Ulayat, Masyarakat Adat Dayak Geruduk Kantor Trubaindo

Desak Kompensasi Tanah Ulayat, Masyarakat Adat Dayak Geruduk Kantor Trubaindo

Rusli Remusa (tengah bersongkok) mendatangi kantor Trubaindo

Jakarta, TAMBANG – Masyarakat Adat Dayak Besar Bentian menggeruduk kantor PT Trubaindo Coal Mining di bilangan Jakarta Selatan, Selasa (17/12). Mereka mendesak agar anak usaha PT Indo Tambangraya Megah itu, segera menyelesaikan tuntutan soal kompensasi pemakaian tanah adat ulayat.

 

Juru bicara Masyarakat Dayak Bentian, Nursiti Sibarani mengatakan, pihaknya telah beberapa kali melayangkan surat tuntutan, tapi tidak mendapatkan respon. Sehingga pihaknya terpaksa langsung mendatangi kantor Trubaindo.

 

“Kedatangan kami bukan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Dua kali kami kirim surat tapi tidak direspon. Perusahaan (Trubaindo) mengambil dan mendapat keuntungan daripada tanah kami sebagai pemilik, tapi kami sepertinya tidak dihargai. Kami berharap dalam waktu dekat ada tanggapan dan sikap positif dari perusahaan,” Ungkap Nursiti.

 

Menurutnya, sejak tahun 2008, Trubaindo telah mengeksploitasi batu bara di kawasan hutan Kutai Barat, Kalimantan Timur. Kawasan tersebut adalah milik Masyarakat Dayak Bentian sejak zaman Belanda. Selama beroperasi, Trubaindo tidak pernah meminta izin kepada pemilik tanah, dan tidak pernah menggelontorkan kompensasi.

 

Nursiti menjelaskan, Masyarakat Dayak Bentian sejak tahun 1940 sudah membayar pajak kepada Pemerintah Kolonial Belanda wilayah Onder District Moeara Behoefel. Pada tahun 1973, Kepala Daerah Tingkat II Kutai mengeluarkan surat keputusan bernomor 898/G-4/Agraria 80/1973 tentang penetapan kepemilikan Tanah Adat Keluarga Besar Grand Sultan dengan tanggal 18 Juli 1973. kemudian didukung dengan surat keterangan dari Sultan Kutai Kertanegara Ing Martadipura tanggal 3 Januari 2008, yang membenarkan tanah adat Kecamatan Bentian Besar, dihibahkan kepada Masyarakat Dayak Bentian yang selama ini menduduki dan menggarap lahan tersebut.

 

“Kami hanya ingin menuntut keadilan, kalau Trubaindo tidak mau melakukan kompensasi penggunaan lahan, maka mereka harus angkat kaki dari Tanah Adat Dayak Bentian,” ujar Nursiti.

 

Awalnya, tujuan kedatangan Masyarakat Dayak Bentian ke kantor Trubaindo di Jakarta, adalah ingin bertemu dengan pimpinan perusahaan. Tapi sayang, Trubaindo hanya mengutus salah satu staf di divisi complience perusahaan, yang bernama Faisal.

Nursiti Sibarani saat menyampaikan dokumen tuntutan kepada staf divisi complience PT Trubaindo Coal Mining

Faisal menuturkan, pihaknya akan mempelajari berkas tuntutan yang diajukan. Namun demikian, pihaknya tidak bisa menjamin tuntutan tersebut dapat terpenuhi.

 

“Nanti kita coba kumpulkan dokumennya. Kalau dokumennya sudah selesai, nanti mungkin kita berdiskusi,” kata Faisal.